Ketika Mahasiswa Stanford Minta Ujian Tertulis Kembali: Refleksi untuk Masa Depan Anak-Anak Kita

Mahasiswa Stanford berdiskusi tentang masa depan AI

Bayangkan—di jantung Silicon Valley, tempat masa depan teknologi lahir, justru mahasiswa komputer Stanford meminta kembali ke ujian kertas tradisional. Profesor Jure Leskovec mengungkapkan bagaimana gelombang AI memicu ‘krisis eksistensial’ di kalangan mahasiswanya. Sebagai orang tua, cerita ini membuatku merenung: bagaimana kita mempersiapkan anak-anak untuk dunia yang terus berubah ini, di mana bahkan para ahli teknologi pun mencari keseimbangan baru?

Krisis Eksistensial di Era AI: Pelajaran dari Stanford

Profesor Stanford berbicara dengan mahasiswa tentang tantangan AI

Jure Leskovec, profesor ilmu komputer Stanford, menggambarkan betapa terguncangnya dia dan mahasiswanya ketika GPT-3 dirilis. “Kami mengalami krisis eksistensial besar di kalangan mahasiswa,” katanya kepada Fortune. “Saat itu tidak jelas apa peran kita di dunia ini.” Bayangkan—mahasiswa di program komputer paling prestisius di dunia merasa kehilangan arah karena teknologi yang mereka pelajari justru mengancam relevansi mereka! Ini pelajaran penting buat kita sebagai orang tua di era AI.

Nah, dari krisis itu muncul solusi menarik—ini mengingatkanku pada percakapan ringan dengan anak tentang bagaimana dia belajar. Di usia 7 tahun, dia sudah akrab dengan gadget, tapi kami selalu berusaha menyeimbangkannya dengan permainan tangan dan eksplorasi luar ruangan. Seperti Leskovec yang akhirnya menemukan solusi dari mahasiswanya sendiri, terkadang jawaban terbaik datang dari mereka yang langsung mengalami perubahan.

Permintaan Mengejutkan: Kembali ke Ujian Kertas

Mahasiswa Stanford mengambil ujian tertulis di kelas besar

Yang menarik, perubahan ke ujian tertulis justru datang dari mahasiswa sendiri—khususnya asisten pengajar yang adalah generasi sebelumnya. “Ide mereka sederhana: ‘Kami melakukan ujian kertas’,” kata Leskovec. Meskipun kelasnya berisi 400 orang seperti “konser rock,” dia bersikeras tidak menggunakan AI untuk menganalisis ujian. “Tidak, tidak, tidak, kami nilai secara manual,” tegasnya. Seru banget, kan?

Sebuah studi dari Hong Kong (sumber) mengungkap bahwa meskipun siswa memiliki sikap positif terhadap teknologi generatif AI, mereka juga menyatakan kekhawatiran tentang ketergantungan berlebihan dan dampaknya terhadap nilai pendidikan universitas. Persis seperti yang dirasakan mahasiswa Stanford!

Menyiapkan Anak untuk Dunia yang Berubah Cepat

Anak bermain kreatif di luar ruangan sambil belajar keseimbangan teknologi

Sebagai orang tua, cerita Leskovec mengingatkan kita bahwa yang terpenting bukanlah mengajarkan anak bagaimana menggunakan teknologi terbaru, tetapi membekali mereka dengan kemampuan berpikir kritis, adaptabilitas, dan integritas. Ketika AI bisa melakukan banyak hal, justru kemampuan manusiawi—seperti empati, kreativitas, dan kejujuran—yang menjadi semakin berharga. Kita semua pasti khawatir soal dampak teknologi pada anak, tapi ada cara-cara praktis untuk menyeimbangkannya.

Studi sistematis (sumber) memperingatkan tentang ketergantungan berlebihan pada sistem dialog AI yang dapat memengaruhi kemampuan kognitif kritis seperti pengambilan keputusan dan pemikiran analitis. Ini menguatkan pentingnya menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan pengembangan kemampuan dasar.

Di rumah, kami mencoba menerapkan prinsip ini dengan membatasi waktu layar dan mendorong permainan kreatif. Sesekali, kami membuat proyek seni sederhana atau menjelajahi taman sekitar—kegiatan yang mungkin terlihat tradisional tapi justru mengasah imajinasi dan ketrampilan sosial. Seperti saat anak kita main di lapangan dekat rumah, mereka belajar kerja sama dan problem-solving tanpa sadar.

Masa Depan Pendidikan: Keseimbangan antara Teknologi dan Nilai Manusia

Leskovec menyadari bahwa AI justru menciptakan “tambahan pekerjaan” baginya—dengan semua kertas yang harus dicetak, dia bercanda bahwa “pohon di dunia jadi berkurang.” Tapi yang lebih penting, dia menemukan bahwa ujian tertulis adalah cara terbaik untuk benar-benar menguji pengetahuan mahasiswa.

Pelajaran untuk kita sebagai orang tua: di era dimana AI semakin canggih, justru pendekatan pendidikan yang menekankan pemahaman mendalam, integritas akademik, dan kemampuan berpikir mandiri yang akan membedakan anak-anak kita. Seperti mahasiswa Stanford yang meminta kembali ke dasar-dasar, mungkin kunci kesuksesan di masa depan justru terletak pada penguasaan fundamental yang kokoh.

Mari kita bayangkan—bagaimana jika kita mendorong anak untuk tidak hanya menggunakan teknologi, tetapi juga memahami batasannya? Untuk tidak hanya mencari jawaban cepat, tetapi mengembangkan rasa ingin tahu yang mendalam? Seperti kata Leskovec, terkadang kita perlu mundur selangkah untuk benar-benar melangkah maju.

Makanan Pikir untuk Orang Tua

Cerita profesor Stanford ini meninggalkan kita dengan pertanyaan refleksif: Bagaimana kita membesarkan anak yang tidak hanya terampil technologically, tetapi juga resilient secara mental dan ethical dalam tindakan? Di dunia yang semakin dipengaruhi AI, nilai-nilai seperti kejujuran, ketekunan, dan pemikiran kritis justru menjadi semakin penting. Pernah nggak sih kalian ngerasain hal serupa?

Mungkin seperti mahasiswa Stanford yang meminta ujian tertulis, anak-anak kita suatu hari nanti akan menghargai pendekatan pendidikan yang menekankan pemahaman sejati daripada sekadar pencapaian superficial. Tugas kita sebagai orang tua adalah memastikan mereka memiliki fondasi yang kuat untuk navigasi dunia yang kompleks ini—dengan atau tanpa AI.

Pernahkah terpikir olehmu bagaimana teknologi memengaruhi cara belajar anak? Atau bagaimana kita bisa menyeimbangkan keunggulan technological dengan perkembangan karakter yang holistic? Mari berbagi cerita dan pembelajaran—karena dalam perjalanan parenting ini, kita semua belajar bersama.

Sumber: This Stanford computer science professor went to written exams 2 years ago because of AI. He says his students insisted on it, Fortune, 2025/09/07 09:35:00

Postingan Terbaru

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top