Pernahkah kita terjebak dalam euforia teknologi sampai lupa bertanya: apakah ini benar-benar yang kita butuhkan? Peluncuran iPhone 17 minggu ini memberikan jawaban yang mengejutkan—setelah tahun lalu Apple mempromosikan Apple Intelligence dengan gegap gempita, kali ini AI hampir tidak disebut sama sekali. Sebuah perubahan yang justru membuat kita bernapas lega. Teknologi keluarga yang bermakna seringkali bukan tentang yang paling canggih, tapi yang paling sesuai dengan kebutuhan nyata.
Belajar dari Kesalahan: Ketika Terlalu Banyak Janji Justru Mengecewakan?
Tahun lalu, Apple Intelligence diumumkan dengan fanfare besar-besaran. Tapi kenyataannya? Banyak fitur yang tertunda atau dirilis tanpa sorotan berarti. Bahkan tombol kamera khusus untuk kecerdasan visual Apple pada iPhone 16 akhirnya dimatikan oleh banyak pengguna karena terlalu mengganggu.
Survei CNET 2025 mengungkapkan fakta menarik: hanya 11% pemilik smartphone di AS yang meng-upgrade perangkat mereka semata-mata untuk fitur AI. Angka ini turun dari 18% tahun sebelumnya. Artinya, meskipun perusahaan teknologi terus mempromosikan kemampuan AI mobile, konsumen justru semakin tidak tertarik.
Ini mengingatkan kita pada pola yang sering terjadi dalam pengasuhan anak: terkadang kita terlalu bersemangat dengan gadget atau program edukasi terbaru, sampai lupa bertanya—apakah ini benar-benar bermanfaat untuk perkembangan anak, atau sekadar tren yang akan cepat berlalu?
Desain yang Bermakna vs. AI yang Dipaksakan: Mana yang Lebih Baik untuk Keluarga?
Daripada memaksakan AI, Apple kali ini fokus pada desain—meluncurkan model ultra-tipis bernama iPhone 17 Air, AirPods Pro 3 baru, dan Apple Watch yang diperbarui. Mereka memilih minimalisme yang intentional daripada kecanggihan artifisial.
Pendekatan ini sejalan dengan penelitian Deloitte yang menunjukkan hanya 7% responden AS setuju bahwa fitur AI generatif membuat mereka lebih mungkin meng-upgrade smartphone lebih cepat. Namun, angka ini melonjak menjadi 50% untuk mereka yang berusia 24-45 tahun—kelompok yang mungkin lebih bergantung pada smartphone dan lebih terbuka terhadap teknologi baru.
Sebagai orang tua, kita pun menghadapi pilihan serupa: apakah mengadopsi setiap teknologi pendidikan AI terbaru, atau memilih tools yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan keluarga dan nilai-nilai yang kita anut? Teknologi keluarga yang bermakna seringkali dimulai dari pertanyaan sederhana ini.
Kekhawatiran yang Wajar: Battery Life dan Privasi Keluarga dalam Era AI
Poll YouGov mengungkapkan bahwa 60% konsumen sekarang menganggap fitur AI penting ketika memilih smartphone berikutnya. Tapi ada kekhawatiran yang mendalam: 38% responden percaya fitur AI akan menguras baterai, sementara 60% menyatakan kekhawatiran bahwa tools ini terutama adalah cara bagi perusahaan untuk mengumpulkan lebih banyak data pengguna.
Kekhawatiran ini sangat relevan untuk keluarga dengan anak-anak. Ketika kita mempertimbangkan perangkat dengan AI dalam pendidikan, pertanyaannya bukan hanya “apakah ini efektif?” tetapi juga “berapa banyak data anak kita yang dikumpulkan?” dan “apakah privasi keluarga kita terjaga?”
Apple tampaknya membaca suasana hati ini. Daripada memaksakan AI yang belum matang, mereka memilih fokus pada hal-hal yang benar-benar dihargai pengguna: desain elegan, pengalaman pengguna yang mulus, dan ekosistem yang terintegrasi dengan baik.
Masa Depan AI dalam Pendidikan: Perlukah Terburu-buru Mengadopsinya?
Perlombaan AI memang sedang panas-perusahaan seperti OpenAI bernilai $300 miliar tahun ini dan dilaporkan akan menghabiskan $115 miliar hingga 2029. Meta telah menghabiskan miliaran dolar untuk merekrut peneliti terbaik setelah investasi lebih dari $14 miliar di Scale AI.
Tapi seperti kata pepatah, just because you can, doesn’t mean you should. Apple, yang sering dikritik karena tertinggal dalam perlombaan AI, mungkin justru mengambil pendekatan yang lebih bijaksana: mengambil waktu untuk menyempurnakan produk, terutama ketika teknologi tersebut kontroversial dan ada di mana-mana.
Dalam konteks pendidikan anak, pelajaran ini sangat berharga. Daripada terburu-buru mengadopsi setiap tool AI edukasi terbaru, mungkin yang lebih penting adalah memilih teknologi yang benar-benar teruji, sesuai dengan usia anak, dan sejalan dengan nilai pengasuhan kita. Teknologi keluarga yang bermakna membutuhkan pertimbangan matang, bukan sekadar ikut tren.
Menemukan Keseimbangan: Antara Kecanggihan dan Kebutuhan Nyata Keluarga
Terkadang, yang paling mengagumkan justru adalah kesederhanaan yang bermakna.
Acara “Awe Dropping” Apple minggu ini bukan tentang kecemerlangan AI, tetapi tentang pengakuan yang jujur: iPhone 17 Air yang ultra-tipis, AirPods dengan ANC yang lebih kuat, Apple Watch dengan algoritma machine learning untuk pelacakan aktivitas—semuanya dirancang untuk meningkatkan pengalaman nyata, bukan sekadar mengejar tren.
Sebagai orang tua, kita bisa mengambil inspirasi dari pendekatan ini. Daripada terbawa arus setiap inovasi teknologi pendidikan, mari fokus pada apa yang benar-benar penting: apakah teknologi ini mendukung perkembangan alami anak? Apakah memberikan nilai tambah yang nyata? Dan yang paling penting—apakah teknologi ini melayani keluarga kita, atau justru keluarga kita yang melayani teknologi?
Mungkin, seperti Apple, kita pun perlu sesekali mundur selangkah, mengevaluasi apa yang benar-benar berhasil, dan berfokus pada hal-hal yang memang membuat perbedaan dalam kehidupan sehari-hari keluarga kita. Teknologi seharusnya menciptakan ruang untuk tumbuh bersama, bukan sekadar mengikuti yang terbaru.
Source: The Most ‘Awe Dropping’ Part of Apple’s iPhone 17 Event? AI Barely Came Up, CNET, 2025/09/09