
Pernah memperhatikan caranya menata potongan buah di piring kecil dengan penuh perhatian? Atau senyum samarnya saat melihat anak-anak berebut mengambil kerupuk paling besar dari toples? Di tengah dunia yang sibuk mengejar gemerlap—istilah kerennya sih “gemerlap”, tapi ya kita semua tahu maksudnya: scrolling sampai lupa waktu!—sesungguhnya harta karun terbesar bersembunyi dalam detik-detik sederhana semacam ini. Mari belajar memandang hari-hari biasa dengan mata yang sama seperti pertama kali melihat pelangi selepas hujan.
Bahasa Cinta yang Tak Bersuara
Perhatikan caranya melipat ujung selimut tepat sebelum kisah pengantar tidur—ritual kecil yang menjadi sinyal ‘dunia sudah aman untuk bermimpi’. Atau cara matanya selalu menemukan anak di tengah keramaian, memberi isyarat ‘Ibu selalu melihatmu’ dengan anggukan penuh arti. Tak perlu banyak kata, tindakan-tindakan kecil inilah yang membangun benteng kepercayaan.
Lihatlah saat hujan tiba-tiba mengguyur acara berkebun. Bukannya mengeluh, tangannya justru meraih panci bekas. ‘Kita bikin orkestra hujan!’ Lalu panci, ember, dan sendok kayu berubah menjadi alat musik dadakan. Di sinilah kita belajar—bahagia bukan tentang sempurnanya rencana, tapi kelenturan hati yang selalu siap berimprovisasi.
Kelemahan yang Berubah Jadi Kekuatan
Dan tahu nggak, momen paling ditunggu justru saat sambal telurnya terlalu pedas, dengarkan caranya mengubah kecerobohan jadi komedi keluarga. ‘Wah lidah kita hari ini mau ikut lomba lari ya!’ Tiba-tiba air mata karena kepedasan berubah menjadi gelak tawa yang mengisi dapur. Papapun ikut berebut kerupuk—meski tetap kalah cepat sama ibu, sih! Di balik meja yang masih berantakan setelah mencoba resep baru, terkandung pelajaran berharga—kesempurnaan tak sepenting tawa bersama.
Seperti ketika jemuran tiba-tiba roboh diterpa angin. Alih-alih marah, ia malah mengajak ‘bermain penyelamatan bendera’ dengan menjepit jepitan baju sambil tertawa. Saat-saat tak terduga inilah yang sering menjadi kenangan paling berbekas, jauh lebih melekat daripada hadiah mahal.
Warisan Tak Kasat Mata
Dua puluh tahun lagi, anak mungkin tak ingat mainan elektronik termahal yang pernah dimiliki. Tapi mereka akan selalu ingat cara ibunya menyanyikan lagu nina bobo sambil menepuk-nepuk punggung. Atau ritual Jumat malam makan mie instan ditambah telur mata sapi berbentuk hati—tradisi sederhana yang menjadi tali pengikat kenangan.
Yang akan bertahan justru sensasi-sensasi kecil: aroma kayu manis di pagi Minggu saat membuat kue, gemerisik kertas bekal yang dibuka dengan penuh antisipasi, atau hangatnya bahu yang bersandar saat menonton film kesukaan.
Jadi, besok pagi sambil menyiapkan bekal, coba tahan diri satu detik lebih lama untuk mencium bau kertas itu. Si kecil bakal inget aroma itu sampai dia besar—dan kita baru tahu, tadi kita baru saja menabung kenangan. Detik-detik yang sering terlewatkan inilah yang justru menjadi fondasi cinta. Karena sesungguhnya, di dunia yang semakin kompleks ini, kebutuhan manusia tetap sederhana: pelukan yang menenangkan saat lelah, tawa yang menyembuhkan luka kecil, dan kepastian bahwa ada seseorang yang selalu melihatmu—meski dalam kesibukan sehari-hari.
Sumber: OpenAI’s deal with Microsoft could pave the way for a potential IPO, Fortune, 2025/09/12 15:53:29