
Pulang kerja udah remuk, eh anak masih PJJ minta ditemani—lo pernah nggak? Atau mikirin gimana caranya ngasih pengertian ke anak soal berita negatif yang dia lihat? Kita sebagai orangtua memang sering diserbu rasa khawatir… tapi percayalah, kita nggak sendirian. Yuk, bagi cerita dari sudut pandang suami yang belajar banyak dari pasangannya.
Ketika Dunia Digital Bikin Deg-degan

Pernah nggak kamu kebangun tengah malam karena mimpi buruk anak terpapar konten negatif di internet? Aku pernah liat istriku ngecek history YouTube anak kami diam-diam. ‘Jaga-jaga aja,’ katanya sambil senyum kecut. Ternyata menurut penelitian Kompas, 65% orangtua khawatir anaknya kecanduan gawai atau melihat konten dewasa.
Tapi tahu nggak solusi sederhana yang kami temukan? Bikin jadwal screen time pakai timer. Misal: 30 menit habis sekolah, lalu gadget dikumpulkan di kotak khusus. Yang bikin hangat? Justru saat kami berdua duduk bareng anak memilih konten edukasi bersama.
Keuangan dan Rasa Bersalah yang Tak Pernah Bilang

‘Maaf ya nak, liburan ini kita nggak bisa ke tempat mahal…’ Kalimat itu sering keluar dari mulut teman-temanku. Padahal, tekanan finansial selama PJJ ini memang nyata. Istriku pernah menghitung-hitung budget sambil mata berkaca-kaca.
Cara kami menghadapinya? Fokus pada kebersamaan sederhana. Masak mie bersama di akhir pekan, atau kemping di ruang tamu pakai selimut. Dokter anak bilang sih, si kecil nanti ingetnya ‘tiap libur masak mie sama bapak-ibunya’—bukan hotel bintang lima.
Ketika Kerja, PJJ, dan Emosi Jadi Tumpukan Beban

Lalu ada lagi momen telat meeting, tiba-tiba si kecil nangis minta bantuan PR Matematika. Istriku pernah sampai menangis diam-diam di kamar mandi karena merasa gagal membagi peran.
Tips kecil yang kami pelajari:
- Sistem shift – Pagi dia yang menemani sekolah online, siang aku yang bertugas
- Kalimat ajaib: ‘Mama/Papa ngerti kamu lelah, bentar lagi selesai kok’
- Emergency kit – Kotak berisi crayon, buku cerita, snack untuk situasi darurat
Percayalah, nggak perlu sempurna. Yang penting kita konsisten berusaha.
Saat Rasa Cemas Itu Datang Lagi
Malam itu kita berdua duduk di teras, melihat anak-anak tidur pulas. ‘Kadang aku takut jadi ibu yang nggak cukup baik…’ bisikmu. Aku hanya memegang tanganmu erat. Karena sesungguhnya, dari 10 orangtua yang aku kenal, 9 merasakan hal yang sama.
Kewalahan itu manusiawi. Yang membuatmu luar biasa adalah bagaimana setiap pagi kamu tetap bangun dan berusaha.
Yang bisa kita lakukan:
- Validasi perasaan – ‘Wajar kok kalau kita merasa begitu’
- Mencari tanda – Jika sakit fisik mulai muncul, itu alarm untuk istirahat
- Berbagi tugas – Whiteboard kecil di dapur untuk mencatat beban pikiran
Aroma kaldunya menguar, mie instan pun jadi michelin-star kalau dimakan tiga orang sambil duduk di tikar koran—itu ‘liburan’ kami, dan si kecil ketawa sampai ketulang kering. Kita nggak harus jadi super-parent; cukup jadi orangtua yang hadir dengan tulus. Dan itu sudah luar biasa.
Sumber: survei kompas
