
Ingat tidak, waktu itu si kecil bertanya kenapa daun bisa berubah warna di musim tertentu? Atau kenapa bintang berkelip di malam hari, seolah sedang berkedip pada kita? Itu pemicunya, ya, yang membuat kita ikut belajar bersama.
Ada kehangatan tersendiri saat kita mencari jawabannya berdua, atau bahkan berempat. Obrolan sederhana itu seringkali menjadi momen paling berharga, di mana kita merasa benar-benar terhubung.
Tadi aku baca berita tentang kacamata pintar, dan langsung teringat obrolan kita tentang bagaimana teknologi bisa jadi bagian dari keseharian. Aku jadi berpikir, bagaimana ya, kalau alat seperti itu bisa membantu kita menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, memperluas wawasan kita sebagai keluarga, tanpa membuat kita lupa menatap mata satu sama lain dan menikmati indahnya momen nyata?
Kita ingin inovasi justru mempererat hubungan, bukan memisahkan.
Mengubah Rasa Ingin Tahu Jadi Petualangan Keluarga

Kadang, pertanyaan ‘kenapa’ dari anak-anak itu seperti rentetan peluru, ya. Satu dijawab, lima pertanyaan lain muncul, seolah tak ada habisnya. Seperti permainan kentang panas keluarga yang tak pernah selesai, tapi justru di situlah letak keasyikannya.
Dan aku selalu kagum melihatmu, bagaimana kamu bisa dengan sabar dan antusias menanggapi setiap pertanyaan itu, mencari cara agar mereka tidak hanya tahu jawabannya, tapi juga memahami. Mata mereka yang penuh rasa ingin tahu itu, rasanya seperti magnet yang menarik kita untuk ikut menyelami dunia mereka yang penuh keajaiban.
Bayangkan saja, kalau kita sedang berjalan-jalan sore di taman, lalu si kecil menunjuk seekor burung yang belum pernah dia lihat. Dengan kacamata pintar, mungkin kita bisa langsung mencari tahu jenis burung itu, habitatnya, bahkan suaranya, seolah membuka peta harta karun langkah demi langkah. Atau saat melihat bangunan tua, kita bisa langsung melihat rekonstruksi visual sejarahnya, seolah kita sedang kembali ke masa lalu.
Ini bukan sekadar mencari informasi, tapi mengubah setiap momen eksplorasi menjadi sebuah petualangan yang lebih dalam, yang kita alami bersama. Aku melihat bagaimana kamu selalu berusaha membuat pembelajaran menjadi pengalaman yang hidup, dan teknologi ini, jika digunakan dengan bijak, bisa jadi ‘teman’ yang luar biasa untuk mendukung caramu itu. Ini adalah salah satu cara pakai kacamata pintar untuk aktivitas keluarga yang bisa membuat belajar jadi lebih menarik dan tak terlupakan.
Sumber: ‘Meta’s New Smart Glasses Are Coming This Week’ di The Verge, 15 September 2025
Menjaga Koneksi Saat Inovasi Berkembang

Tentu saja, kekhawatiran terbesar kita berdua adalah jangan sampai teknologi malah menjauhkan kita, ya. Kita ingin inovasi justru mempererat hubungan, bukan memisahkan.
Aku sering melihatmu, betapa kamu berjuang keras untuk memastikan waktu keluarga tetap berkualitas, meski jadwalmu padat. Kamu selalu punya cara untuk mengajak anak-anak terlibat dalam aktivitas bersama, entah itu memasak, berkebun, atau sekadar membaca buku. Itu salah satu kekuatanmu yang selalu aku kagumi, kemampuanmu untuk selalu hadir dan menciptakan momen.
Dengan kacamata pintar, aku membayangkan kita bisa melakukan ‘perburuan harta karun’ di rumah dengan petunjuk AR, atau menelusuri jejak dinosaurus virtual di halaman belakang. Itu bisa jadi cara baru untuk bermain dan belajar bersama, semacam ide aktivitas seru pakai kacamata pintar bareng anak yang melibatkan semua orang. Kita bisa tertawa bersama melihat dinosaurus virtual itu melangkah di antara pot bunga.
Tapi, yang terpenting adalah bagaimana kita menetapkan batasan. Kamu, dengan instingmu sebagai ibu, pasti tahu kapan saatnya kacamata itu perlu dilepas, kapan saatnya mata kita harus fokus pada senyum di wajah anak-anak, atau pada obrolan ringan di meja makan.
Karena pada akhirnya, ketika kacamata menunjukkan pesan transparan dari teman, tapi keluarga malah lebih sibuk tersenyum satu sama lain—ini yang disebut keajaiban yang sesungguhnya. Koneksi tatap muka, sentuhan, dan tawa yang tulus, itu yang tak akan pernah tergantikan. Ini kunci dari gimana biar kacamata pintar bikin hubungan keluarga tambah harmonis, yaitu dengan memahami kapan harus menatap layar dan kapan harus menatap mata.
Sumber: ‘Meta’s New Smart Glasses Are Coming This Week’ di The Verge, 15 September 2025
Belajar Seru Tanpa Ribet

Bagiku, kamu adalah contoh nyata bagaimana pembelajaran bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan seringkali tanpa ribet. Kamu selalu bisa menemukan cara kreatif untuk mengajarkan mereka hal-hal baru, dari menghitung kancing baju sampai mengenal bentuk awan. Caramu menjelaskan hal-hal rumit dengan bahasa yang sederhana, itu selalu membuatku takjub.
Kacamata pintar ini, aku rasa, bisa menjadi alat pendukung yang hebat untuk pendekatanmu itu. Bayangkan saja, anak-anak bisa ‘merakit’ roket di ruang tamu dengan panduan AR, atau melihat anatomi hewan secara tiga dimensi di meja belajar. Ini bisa membuat konsep-konsep yang abstrak menjadi lebih nyata dan menyenangkan, membuat mereka lebih mudah memahami.
Namun, kamu juga selalu mengingatkan bahwa teknologi adalah alat, bukan pengganti. Pengganti permainan nyata, pengganti interaksi langsung, pengganti momen saat kita menari di bawah bintang sungguhan. Aku ingat waktu itu kita sedang melihat bintang-bintang, dan kamu dengan spontan mengajak mereka menari di halaman, meski kacamata pintar bisa saja mengubah langit menjadi peta kosmik yang interaktif.
Kebahagiaan sederhana yang terpancar dari wajah mereka saat itu, itu tak tertandingi. Itu adalah momen yang mengajarkan bahwa `tips menggunakan kacamata pintar agar keluarga makin akrab` bukan hanya tentang apa yang bisa dilihat di layar, tapi juga apa yang bisa dirasakan di hati. Kepekaanmu dalam menjaga keseimbangan antara dunia digital dan aktivitas tanpa layar, antara inovasi dan esensi kebersamaan, adalah hal yang paling aku kagumi. Itu yang membuat kita sebagai keluarga tetap membumi, ya, tetap bisa menikmati setiap detail kecil dari dunia nyata yang begitu indah ini, sambil tetap membuka diri pada hal-hal baru yang bisa memperkaya pengalaman kita bersama.
Sumber: ‘Meta’s New Smart Glasses Are Coming This Week’ di The Verge, 15 September 2025
