
Setelah hiruk pikuk hari ini, saat anak-anak sudah terlelap, kita duduk berdua. Secangkir teh hangat menemani obrolan yang selalu terasa lebih intim.
Di layar ponsel, terpancar cahaya lembut dari sebuah aplikasi AI yang baru saja anak kita gunakan. ‘Apakah kita sudah cukup melindungi mereka?’ tanyamu, nadamu sedikit khawatir.
Sebagai orang tua, pertanyaan itu selalu ada di benak kita, kan? Peningkatan penggunaan internet ini juga membawa kekhawatiran baru, terutama bagi orang tua. Di era digital ini, AI hadir di mana-mana, dari aplikasi belajar sampai game kesukaan anak.
Tentu, kita ingin anak-anak kita mendapatkan manfaat terbaik dari teknologi ini, tapi kita juga nggak mau mengorbankan keamanan dan privasi mereka. Jadi, bagaimana kita bisa menyeimbangkan semua ini? Kita akan bedah bersama, ya.
Memahami, memfilter, dan mempersiapkan diri untuk perkembangan teknologi ini adalah bagian dari tanggung jawab kita sebagai orang tua. Yuk, kita mulai dari hal-hal mendasar, bagaimana kita bisa menjaga keamanan anak di era AI ini.
Memahami Tantangan Keamanan Anak di Era AI

Kamu pernah merenungkan bagaimana AI sebenarnya ‘belajar’? Aku tahu kamu sering memikirkan ini, bagaimana setiap interaksi mereka dengan gawai bisa menjadi data. Setiap kali kita berikan data, dari riwayat pencarian hingga preferensi hiburan, AI mengolahnya menjadi jawaban yang personal.
Tapi jangan bilang kita tidak sadar—setiap tap, klik, atau bahkan lama kita memakai aplikasi, menjadi ‘bahan baku’ pembelajaran mesin. Nah, di sini verifikasi usia jadi penting untuk melindungi privasi digital keluarga kita.
Di dunia digital, ada batas yang tak terlihat, seperti di TV kita memilih saluran yang ramah anak, AI juga perlu tahu usia penggunanya agar tidak memaparkan konten yang terlalu dini. Kekhawatiran terbesar orang tua memang sering terkait konten yang diakses anak.
Iya, kadang verifikasi usia bikin repot—misalnya anak langsung pengen main game tapi harus diproses dulu. Tapi ingat, itu seperti memakai sabuk pengaman saat naik mobil — sedikit ribet, tapi jauh lebih aman, kan!
Kebiasaan kecil ini justru melindungi mereka tanpa perlu kita selalu mengawasi. Bayangkan kalau kita tidak memverifikasi usia, mereka bisa terpapar konten dewasa, atau bahkan penipuan yang lebih canggih karena AI bisa sangat persuasif.
Namun, ini bukan halangan. Seperti menjadi pengemudi yang waspada, kita tetap bisa memberikan kebebasan yang aman. Setiap bocoran atau saran dari AI bukan ancaman, tapi keharusan untuk menjaga keamanan.
Kita mungkin kadang bingung dengan data yang dikumpulkan, tapi sekarang banyak platform yang menyediakan pilihan untuk mengontrol data. Misalnya, menghapus riwayat, membatasi iklan, atau mengatur siapa yang bisa melihat profil.
Ini seperti membersihkan rumah—bagaimana kita merapikan sedikit demi sedikit, tetapi hasilnya nyaman dan aman.
Verifikasi usia itu bukan hanya formalitas. Itu adalah pintu gerbang yang menjaga mereka dari hal-hal yang belum siap mereka hadapi.
‘Kenapa harus verifikasi usia, Ayah/Ibu?’ Saat kamu dengar anak bertanya lagi, kita jawab dengan tebak-tebakan sembari tertawa, ‘seperti memakai sabuk pengaman saat naik mobil — sedikit ribet, tapi jauh lebih aman, kan!’
Mengatur AI dengan Mudah: Pengaturan Kontrol Orang Tua

Mengatur pengaturan AI terkadang seperti menghadapi menu restoran Tiongkok – banyak pilihan, tapi kita akan uraikan satu per satu. Tapi jangan khawatir, ini bukan tugas untuk ahli tekno.
Fitur kontrol orang tua saat ini sangat intuitif—di mana saja, cukup membuka pengaturan aplikasi, lalu cari ‘profil keluarga’ atau ‘mode aman’. Dalam beberapa klik, kita bisa memastikan anak hanya mengakses konten sesuai usia dan kebutuhan.
Ingat, ini bukan pembatasan, melainkan alat untuk melindungi. Ini adalah cara aman menggunakan AI untuk anak tanpa mengorbankan pengalaman mereka.
Saat aku pertama kali mencoba, aku sempat bingung dengan semua opsi yang tersedia. Tapi bisa dijelaskan dengan mudah lewat video YouTube singkat.
Cukup cari ‘cara mengatur kontrol orang tua [nama aplikasi]’, lalu pelan-pelan ikuti langkahnya. Ini bukan hanya untuk kita, tapi juga peluang untuk belajar bersama anak.
‘Lihat, Ayah/Ibu sedang mengatur ini supaya kamu aman. Kalau mau, kalian juga bisa lihat cara kerjanya.’ Dengan begini, mereka jadi merasa terlibat, bukan dipaksa. Mereka jadi mengerti mengapa kita melakukan ini, dan itu penting.
Dan karena dunia digital berubah sangat cepat, selalu ada pembaruan fitur. Jadi penting untuk rutin memeriksa pengaturan yang sudah dipasang.
Seperti naik motor yang perlu dicek ban dan oli, ini butuh perawatan berkala. Bukan hal yang berat—lakukan saat ada waktu luang, seperti setelah tidur siang anak atau saat mereka sedang asyik bermain.
Setiap pembaruan membawa keamanan baru, dan kita terus belajar dari mereka. Jadi, jangan menganggap ini tugas rumit. Sedikit perhatian, lama-lama akan jadi kebiasaan yang membuat kita yakin—kita sudah menjaga dengan baik.
Komunikasi Terbuka: Kunci Keamanan Digital Keluarga

Komunikasi terbuka itu kunci, terutama saat membahas cara aman menggunakan AI untuk anak. Biasanya, kalau bicara keamanan, kita sering berbicara dengan nada yang terlalu serius—tapi itu justru bikin anak enggan mendengar.
Lebih baik pakai bahasa mereka sendiri. Siang tadi, saat dia main game, aku bilang, ‘Setiap kali kamu masukkan nama dan email, ingat seperti menceritakan alamat rumah ke orang asing—untungnya, di game ini, ada opsi privasi yang bisa kita aktifkan.’ Jadi, kita gunakan referensi nyata yang mereka kenal.
Kita juga pastikan rumah ini jadi tempat mereka bisa cerita tanpa rasa takut. Misalnya, kalau mereka melihat iklan curang atau pesan mengganggu, kita pasti akan mendengarkan tanpa menghakimi. Orang tua sekarang khawatir dan ingin tahu dengan siapa anak-anak mereka berinteraksi di dunia maya, dan komunikasi adalah jembatan untuk itu.
‘Pokoknya, apa pun yang terjadi di dunia maya, cerita dulu ke Ayah/Ibu, ya?’ Dengan begitu, mereka percaya bahwa kita mendukung, bukan memarahi. Analogi darimu tadi sangat tepat: ‘Jangan berikan rahasia keluarga ke AI, kecuali resep sambal terbaik!’ Itu membuat mereka tertawa, tapi juga menyadari bahwa data pribadi harus dijaga.
Kita tahu bahwa banyak remaja yang memilih curhat atau mengandalkan teman AI saat menghadapi masalah, bahkan lebih sering daripada ke teman atau orang tua. Kita tidak ingin anak-anak merasa mereka harus curhat atau mengandalkan teman AI, alih-alih teman, orang tua, atau profesional yang bisa memberikan dukungan emosional yang lebih nyata.
Jadi, jangan hanya melarang—beri pengetahuan. Ajari mereka cara memilih halaman aman, menandai konten yang tidak pantas, dan tahu kapan harus minta bantuan.
Ini bukan tentang ketakutan, tapi tentang kepercayaan diri dan kesiapan.
Sebab, di era digital, anak-anak kita perlu dilengkapi dengan bekal yang melampaui sekadar memblokir, mereka perlu tahu bagaimana melindungi privasi digital keluarga secara mandiri.
AI bukan ancaman, anak-anak tidak perlu ketinggalan manfaat AI, tapi kita sebagai orang tua harus memastikan mereka siap menghadapi dunianya.
Source: ChatGPT May Require ID Age Verification for Adults: ‘Privacy Compromise’ For Safety, Says Sam Altman, IBTimes, 2025/09/17 09:11:18
