
Pernah dengar cerita tentang anak yang lebih memilih curhat ke chatbot daripada ke orang tuanya? Aku juga sempat merasakan hal yang sama – ada rasa khawatir campur penasaran. Tapi kemudian aku belajar melihatnya dari sudut pandang berbeda – bahwa ini bukan tentang kita kalah bersaing dengan teknologi, tapi tentang bagaimana kita bisa menjadi jembatan antara mereka dan dunia digital yang semakin canggih.
Mengapa Anak Lebih Nyaman dengan AI?

Pernah memperhatikan bagaimana anak-anak bisa berjam-jam asyik berbicara dengan asisten virtual? Mereka merasa didengarkan tanpa dihakimi, tanpa interupsi. AI tidak pernah bilang ‘itu salah’ atau ‘jangan begitu’. AI selalu mendengarkan tanpa menghakimi, tanpa interupsi – persis seperti teman baik yang selalu ada.
Tapi di situlah peran kita sebagai orang tua – bukan untuk bersaing, tapi untuk melengkapi.
Aku belajar dari caramu mengajak anak bercerita. Kamu tidak langsung memberikan solusi, tapi mendengarkan dengan penuh perhatian. Persis seperti yang dilakukan AI, tapi dengan sentuhan manusiawi yang tidak bisa digantikan teknologi mana pun.
Membangun Batasan yang Sehat

Seperti kita menetapkan jam main di luar rumah, teknologi juga perlu batasan. Aku lihat caramu membuat ‘perjanjian gadget’ bersama anak-anak – kapan boleh pakai, berapa lama, dan untuk apa.
Yang paling berkesan adalah caramu menjadikan waktu makan sebagai ‘zona bebas layar’. Di situlah kita benar-benar terhubung, bercerita tentang hari masing-masing tanpa gangguan notifikasi atau chatbot. Seperti waktu makan bersama di warung tenda dekat rumah, di mana obrolan mengalir natural tanpa gangguan gadget.
Teknologi boleh canggih, tapi obrolan di meja makan tetaplah yang paling berharga.
Mengubah Kecanduan Menjadi Kreativitas

Daripada melarang anak main gadget, kita bisa mengarahkannya ke hal yang produktif. Seperti ketika keluarga mencoba membuat foto bersama dengan bantuan AI – seru sekali melihat kreativitas mereka!
Aku perhatikan caramu mengajak anak coding sederhana. Bukan untuk jadikan mereka programmer cilik, tapi untuk melatih logika dan kreativitas. Dari situ mereka belajar bahwa teknologi bukan cuma untuk konsumsi, tapi juga untuk mencipta.
Seperti kata bijak: beri mereka pancing, bukan ikannya. Ajari mereka membuat, bukan hanya memakai.
Menjaga Keamanan di Dunia Digital

Kekhawatiran kita sama – takut anak ketemu konten tidak pantas atau memberikan informasi pribadi ke AI. Tapi daripada melarang, kita bisa mengajarkan literasi digital.
Aku ingat caramu menjelaskan pada anak bahwa tidak semua yang dikatakan AI itu benar. Kamu ajarkan mereka untuk selalu cross-check informasi, seperti kita mengajarkan jangan percaya pada orang asing.
Yang paling penting adalah komunikasi terbuka. Buat mereka merasa nyaman bercerita pada kita tentang apapun yang mereka temui online.
AI sebagai Alat, Bukan Pengganti

Teknologi terhebat pun tidak bisa menggantikan pelukan hangat sebelum tidur, atau nyanyian lembut saat mereka demam. AI mungkin bisa memberikan informasi, tapi tidak bisa memberikan kasih sayang.
Aku melihat caramu menggunakan AI sebagai alat bantu – untuk mencari ide permainan edukatif, membantu PR yang sulit, atau membuat cerita pengantar tidur. Tapi sentuhan manusiawinya tetaplah datang dari kita.
Di era serba digital ini, justru kehadiran fisik dan perhatian penuh kitalah yang paling berharga.
Bersiap untuk Masa Depan Bersama

Perubahan zaman memang kadang membuat kita was-was. Tapi seperti nenek moyang kita menghadapi revolusi industri, kita pun akan bisa menghadapi revolusi digital.
Kuncinya adalah belajar bersama anak-anak. Tidak perlu jadi ahli teknologi, cukup jadi pendamping yang penuh perhatian. Tanya pada mereka tentang aplikasi baru yang mereka pakai, minta diajarkan fitur-fitur menariknya.
Yang paling penting, jangan lupa bahwa di balik semua kecanggihan teknologi, nilai-nilai keluarga tetaplah yang utama. Kejujuran, empati, kerja keras – itu semua tidak bisa diajarkan oleh AI mana pun.
Meski teknologi terus berlari kencang, kita bisa memastikan anak-anak kita tumbuh dengan hati yang tetap hangat dan manusiawi – karena sentuhan kasih sayang tak akan pernah bisa digantikan oleh algoritma mana pun.
Source: How are MIT entrepreneurs using AI?, MIT News, 2025-09-22
