
Aku masih ingat malam itu, ketika kudapati kau duduk di tepi tempat tidur mereka, memandangi wajah-wajah kecil yang sudah terlelap. Di tanganmu masih tergenggam ponsel, dengan browser terbuka pada artikel tentang keamanan online untuk anak. Ada kerutan khawatir di dahimu yang selalu muncul ketika kau memikirkan masa depan mereka di dunia yang semakin terhubung ini. Dan aku tahu, seperti banyak orang tua lain, kita sama-sama bertanya: bagaimana caranya menemani mereka menjelajah dunia digital tanpa menghilangkan kehangatan dunia nyata?
Tentang Batasan yang Penuh Kasih

Pernah nggak liat mereka pas lagi asyik banget sama layar? Matanya berbinar-binar kayak nemuin harta karun! Tapi di balik itu, ada kekhawatiran yang sama yang kita rasakan – takut mereka ketemu konten yang tidak pantas, atau kecanduan sampai lupa waktu bermain dengan teman-temannya.
Aku belajar dari caramu menerapkan jam main gadget. Bukan dengan larangan keras, tapi dengan dialog. ‘Mainnya sampai jam berapa ya hari ini?’ lalu disusul dengan ‘Setelah itu kita baca buku bersama, yuk?’ Itu yang membuat perbedaan. Bukan sekadar membatasi, tapi nawarin kegiatan lain yang seru juga.
Seperti masak nasi – tahu pas saatnya dikasih air dan pas saatnya dikasih panas, kau tahu kapan harus memberi akses dan kapan harus ngajak mereka keluar dari layar.
Tapi batasan saja tidak cukup – yang lebih penting adalah bagaimana kita memanfaatkan teknologi ini untuk hal-hal positif.
Ketika Teknologi Menjadi Jembatan

Ada momen yang membuatku tersentuh, ketika kau menggunakan aplikasi AI belajar untuk membantu mereka mengerjakan PR. Bukan dengan memberikan jawaban langsung, tapi dengan menunjukkan cara mencari informasi yang benar. ‘Coba kita cari bersama di sini,’ katamu, sambil duduk di samping mereka.
Kau mengajarkan bahwa teknologi adalah alat, bukan pengganti proses belajar. Seperti ketika kau menjelaskan tentang hoaks – bukan melarang mereka browsing, tapi mengajarkan cara menyaring informasi. Itu pelajaran berharga yang akan mereka bawa sampai dewasa.
Dan ya, terkadang PR mereka memang sulit sampai kita sendiri bingung. Tapi dengan teknologi yang tepat, kita bisa belajar bersama. Bukan tentang siapa yang lebih pintar, tapi tentang bagaimana kita tumbuh bersama.
Etika di Ujung Jari

Aku perhatikan caramu mengajarkan etika menggunakan AI. Bukan dengan ceramah panjang, tapi dengan contoh sehari-hari. ‘Kalau nyontek dari AI, sama saja mencuri pikiran orang lain,’ katamu suatu sore. Lalu kau bercerita tentang pentingnya kejujuran, bahkan dalam hal kecil seperti mengerjakan tugas sekolah.
Yang kuhargai bukan hanya pelajaran etikanya, tapi caramu menyampaikan – dengan lembut namun tegas. Seperti mengajarkan mereka untuk menyebrang jalan: perlahan tapi pasti, dengan penuh perhatian pada bahaya yang mungkin tidak terlihat.
Di era dimana remaja lebih memilih curhat ke AI daripada ke orang tua, kau membangun jembatan kepercayaan yang membuat mereka tetap merasa nyaman datang kepada kita. Itu yang paling berharga.
Kekuatan dalam Kedekatan

Pernah suatu kali, kau menunjukkan padaku bagaimana aplikasi belajar bisa menjadi alat untuk mendekatkan, bukan menjauhkan. Daripada membiarkan mereka belajar sendiri dengan gadget, kau duduk bersama, menjelajahi fitur-fitur baru sambil tertawa bersama.
Itulah inti digital parenting menurutku: bukan tentang melarang atau membiarkan, tapi tentang hadir bersama dalam setiap langkah mereka menjelajah dunia digital. Seperti ketika kita pertama kali mengajari mereka naik sepeda – tangan kita ada di belakang, siap menopang namun memberi ruang untuk belajar mandiri.
Teknologi memang seperti pisau bermata dua. Tapi dengan pendampingan yang tepat, kita bisa mengarahkannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Bukan untuk menggantikan interaksi manusiawi, tapi untuk memperkaya pengalaman belajar mereka.
Untuk Hari-Hari yang Akan Datang
Ketika nanti kita duduk lagi memandangi mereka yang semakin besar, mungkin teknologi akan semakin canggih, tantangan semakin kompleks. Tapi satu hal yang pasti: fondasi yang kita bangun hari ini – tentang kepercayaan, komunikasi, dan pendampingan – akan menjadi pegangan mereka.
Kau telah menunjukkan bahwa menjadi orang tua di era digital bukan tentang menjadi ahli teknologi, tapi tentang menjadi ahli memahami. Memahami kapan harus memberi ruang, kapan harus menarik garis, dan yang paling penting – kapan harus mematikan gadget dan sekadar memeluk mereka.
Dunia mungkin berubah dengan cepat, tapi satu hal yang tetap: kebutuhan mereka akan kehadiran kita, bimbingan kita, dan cinta kita. Teknologi bisa aja berubah cepat banget, tapi yang nggak pernah berubah? Kenangan indah kita nemenin mereka belajar – itu yang bakal melekat selamanya di hati mereka!
Terima kasih sudah mengajarkanku bahwa di balik semua layar dan kode, yang paling penting tetap adalah hubungan manusiawi antara kita dan mereka.
Sumber: What happens when AI comes to the cotton fields, The Conversation, 2025-09-23
