
Wah, rasanya dunia teknologi ini bergerak lebih cepat dari yang bisa kita ikuti, ya? Baru saja kita sibuk memahami smartphone terbaru, eh, sekarang AI sudah jadi topik pembicaraan di mana-mana!
Baru-baru ini saya membaca sebuah artikel menarik tentang bagaimana tim-tim keuangan di perusahaan besar sedang bersiap menyambut era AI. Bukan cuma soal alat-alat baru yang canggih, tapi lebih kepada bagaimana membangun tim yang benar-benar siap, dengan alat yang tepat dan ‘orang’ yang tepat untuk menggunakannya.
Mendengar itu, hati saya langsung berdebar! Bukankah ini sebenarnya pelajaran berharga yang bisa kita terapkan dalam membesarkan anak-anak kita sendiri? Pikirkan saja, kita juga sedang ‘membangun tim keluarga’ yang siap menghadapi masa depan, kan? Semangat!
Mengapa ‘Siap AI’ Itu Penting untuk Keluarga?

Artikel itu benar-benar membuat saya berpikir, bahwa inovasi teknologi, sekecil apapun itu, selalu membutuhkan dua hal utama: alat yang tepat dan ‘orang’ yang tepat untuk menggunakannya. Di dunia profesional, para pemimpin keuangan menyadari bahwa sekadar memiliki software AI tercanggih tidak akan berarti apa-apa jika tim mereka tidak dilatih, tidak didukung, dan tidak memiliki budaya yang mendorong eksperimen. Mereka berbicara tentang para profesional yang khawatir tentang keterampilan baru yang dibutuhkan, atau kurangnya keahlian teknis. Ini terdengar sangat akrab, bukan?
Kadang, saat melihat putri kecil saya asyik merakit balok kayu, membangun istana impiannya sendiri, saya teringat bagaimana ia belajar. Ia mencoba-coba, jatuh, lalu mencoba lagi. Tidak ada yang menyuruhnya untuk ‘menjadi ahli balok kayu’ dalam semalam. Ada rasa ingin tahu alami, dorongan untuk mengeksplorasi, dan keberanian untuk ‘gagal’ dalam tawa. Nah, bukankah kita sebagai orang tua ingin menumbuhkan semangat yang sama dalam diri anak-anak kita untuk menghadapi ‘alat’ dan ‘tantangan’ di masa depan? AI ini, misalnya, bisa jadi tampak rumit bagi sebagian orang, tapi bagi anak-anak kita yang tumbuh bersamanya, ini bisa menjadi sesuatu yang alami, seperti balok kayu bagi mereka.
Kita perlu menciptakan lingkungan di mana mencoba hal baru, bahkan jika hasilnya belum sempurna, disambut dengan hangat.
Seperti para pemimpin di perusahaan itu yang mendorong timnya untuk ‘menguji alat baru tanpa takut gagal‘. Bukankah ini fondasi yang luar biasa untuk anak-anak kita? Bayangkan putri saya nanti, mungkin bukan soal keuangan, tapi soal ide-idenya, proyek kreatifnya, atau bahkan membantu teman-temannya. Jika ia terbiasa mencoba, terbiasa bertanya ‘bagaimana jika?’, dan tahu bahwa ada kita yang siap mendukung saat ada kesalahan kecil, ia akan jauh lebih ‘siap’ menghadapi apa pun yang datang!
Bagaimana Mengubah Kekhawatiran AI Menjadi Petualangan Seru?

Saya juga membaca bahwa banyak profesional merasa cemas karena kurangnya keahlian teknis atau data. Di sisi lain, ada juga yang khawatir tentang bagaimana AI akan mengubah pekerjaan mereka. Ini adalah kekhawatiran yang sangat valid, dan penting bagi kita untuk mengakuinya. Namun, yang membuat saya bersemangat adalah bagaimana mereka menekankan bahwa AI justru membuat pekerja lebih berharga, jika mereka memiliki keterampilan baru dan budaya kerja sama. Ini bukan tentang AI menggantikan manusia, tapi AI mengamplifikasi kemampuan manusia!
Nah, mari kita terapkan ini pada anak-anak kita. Putri saya, di usianya yang penuh keingintahuan yang tinggi, suka sekali bertanya tentang segalanya. Kadang, pertanyaan-pertanyaannya bisa membuat saya berpikir keras! Jika ada topik yang benar-benar baru baginya, dan mungkin sedikit membingungkan, daripada langsung menolaknya atau membuatnya takut, kita bisa merespons dengan antusiasme yang sama. ‘Wah, ide bagus, Sayang! Mari kita cari tahu bersama bagaimana cara kerjanya!’
Ini bisa sesederhana mengubah pertanyaan tentang gadget menjadi percakapan tentang bagaimana teknologi itu dibuat, atau bagaimana ia bisa membantu kita melakukan sesuatu. Alih-alih hanya melarang penggunaan layar, kita bisa mengajaknya menjelajahi aplikasi edukatif yang menarik, atau bahkan mencoba alat pembuat cerita sederhana yang menggunakan AI. Kuncinya adalah ‘jangan terburu-buru dalam pelatihan’. Biarkan mereka belajar sambil bermain, sesuaikan dengan minat mereka. Jika mereka suka menggambar, tunjukkan bagaimana AI bisa menjadi ‘teman kreatif’ yang memberikan ide-ide gambar baru yang tak terduga. Ini bukan tentang menjadi ahli AI di usia dini, tapi tentang membangun ‘kepercayaan diri digital’ secara bertahap, sama seperti bagaimana ia belajar mengayuh sepeda.
Tips Membangun Tim Keluarga Tangguh dengan AI

Artikel-artikel itu juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara tim, dan bagaimana orang-orang yang ahli dalam menganalisis data serta menafsirkannya dalam konteks bisnis akan sangat dibutuhkan. Ini bukan lagi kerja solo, melainkan kerja tim. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa organisasi perlu memecah silo dan mendorong inovasi. Semua ini terdengar seperti resep sukses untuk keluarga kita!
Dalam keluarga kita, ‘tim’ berarti kita semua. Ayah, Ibu, dan tentu saja, putri tercinta kita. Saat kita mengajarkan kepadanya tentang AI atau teknologi lainnya, kita melakukannya sebagai tim. Kita berbagi apa yang kita ketahui, kita belajar bersama, dan yang terpenting, kita saling percaya. Ketika ia mencoba membuat sesuatu dengan alat AI yang baru, dan ternyata hasilnya tidak seperti yang diharapkan, kita tidak langsung mengatakan, ‘Oh, kamu salah’. Sebaliknya, kita bisa bertanya, ‘Menarik! Apa yang kamu pelajari dari percobaan ini?’ atau ‘Bagaimana kalau kita coba ubah sedikit bagian ini?’
Ini membangun kepercayaan yang luar biasa. Ia tahu bahwa kita menghargai usahanya, bahwa proses itu sama pentingnya dengan hasil akhir. Dan kita, sebagai orang tua, mendapatkan wawasan tentang bagaimana pikirannya bekerja, bagaimana ia memecahkan masalah. Ini adalah ‘analisis data‘ versi keluarga yang paling menyenangkan! Sama seperti bagaimana para pemimpin keuangan ingin agar tim mereka tidak hanya memproses data, tetapi juga menghasilkan wawasan berharga, kita ingin putri kita tumbuh menjadi seseorang yang tidak hanya menggunakan teknologi, tetapi juga memahaminya, berinovasi dengannya, dan menggunakan kecerdasannya untuk kebaikan. Dan mari kita ingat, ini semua tentang keberanian dan harapan. Harapan bahwa dengan mempersiapkan diri, dengan terus belajar, dan dengan saling mendukung, kita bisa menghadapi masa depan apa pun. Ini adalah sebuah ‘perjalanan’ keluarga, seperti petualangan baru yang selalu siap kita jelajahi bersama!
Pertanyaan Ayah tentang AI dan Anak (Jawaban Penuh Semangat!)

Tanya: Tapi, bagaimana jika saya sendiri tidak begitu paham AI? Saya khawatir anak saya akan tahu lebih banyak dari saya!
Jawab: Wah, ini pertanyaan yang bagus sekali! Dan jujur saja, banyak dari kita yang mungkin merasa begitu. Bukankah ini justru kesempatan emas untuk belajar bersama? Justru saat anak Anda mengajarkan Anda sesuatu, momen itu menjadi sangat spesial! Anda bisa mengatakan, ‘Wow, hebat sekali kamu bisa menemukan ini, Sayang! Bisakah Ayah minta tolong ajari Ayah juga?’ Ini bukan hanya tentang mengajarkan mereka, tapi juga tentang kita, orang tua, juga adalah pembelajar seumur hidup. Dan itu adalah pelajaran terkuat yang bisa kita berikan! Semangat!
Tanya: Bagaimana cara menyeimbangkan antara pengenalan AI dengan waktu bermain di dunia nyata dan interaksi sosial?
Jawab: Ini memang keseimbangan yang penting! Kuncinya adalah ‘keterlibatan’. Pastikan AI hanya satu bagian dari kesenangan. Jika putri Anda menggunakan aplikasi AI untuk membuat cerita, ajak dia untuk ‘mementaskan’ cerita itu bersama teman-temannya atau bahkan hanya dengan kita! Jika ia membuat desain unik dengan alat AI, biarkan ia mengambil gambar itu dan mewarnainya sendiri secara fisik, atau membangun model 3D dari desain itu. Selalu kaitkan teknologi dengan aktivitas dunia nyata. Jadikan AI sebagai ‘pemandu petualangan’ yang seru, bukan sebagai pengganti dunia nyata. Pastikan juga ada banyak waktu untuk berlarian di taman, bercengkerama dengan teman, dan tentu saja, menikmati waktu berkualitas bersama keluarga tanpa layar sama sekali! Ada banyak cara untuk menggabungkan keduanya dengan penuh sukacita!
Sumber: Building AI-ready finance teams, not just AI tools, TechRadar, 2025-09-25
