
Pernah Nggak Sih Khawatir Anak Kita Nanti Digantikan Robot di Dunia Kerja?
Aku lihat matamu kemarin sore, saat kau membaca berita tentang AI yang mengambil alih pekerjaan. Tanganmu memegang ponsel erat-erat, sementara pandanganmu melayang ke arah anak kita yang sedang asyik bermain. Di balik senyum tenangmu, aku tahu ada kekhawatiran yang sama yang juga kurasakan—tentang dunia seperti apa yang akan mereka hadapi nanti. Tapi sayang, izinkan aku berbagi pandanganku sebagai ayah yang juga belajar bersama-sama.
Bukan Takut, Tapi Bersahabat dengan Teknologi
Pernah nggak sih liat anak kita dengan santainya nanya ke Google Assistant tentang apapun? Atau bagaimana dia dengan percaya diri membuat proyek sekolah menggunakan aplikasi digital? Mereka tidak melihat teknologi sebagai ancaman—mereka melihatnya sebagai teman bermain dan belajar.
Inilah yang ingin kita tanamkan pada mereka. Bukan ketakutan akan mesin yang menggantikan, tapi keyakinan bahwa mereka bisa menjadi tuan dari teknologi tersebut. Aku ingat caramu mengajarkan coding sederhana melalui game, atau bagaimana kau menjelaskan bahwa AI belajar seperti kita belajar dari pengalaman.
Dan ya, aku tersenyum ingat bagaimana kita harus mengajari kakek menggunakan Zoom minggu lalu. Dalam proses itu, anak-anak belajar tentang kesabaran, empati, dan bahwa belajar tidak pernah berhenti—bahkan untuk generasi yang sudah lama meninggalkan bangku sekolah.
Membangun Keterampilan yang Tak Tergantikan Mesin
Di tengah semua berita tentang otomatisasi, ada satu hal yang selalu kuingat: mesin mungkin bisa menghitung lebih cepat, menganalisis data lebih akurat, tapi mereka tidak pernah bisa menggantikan pelukan hangat seorang ibu, tawa riang seorang ayah, atau kehangatan keluarga yang berkumpul di meja makan.
Nilai-nilai kemanusiaan itulah yang akan selalu menjadi fondasi terkuat kita. Kemampuan untuk berempati, bekerja sama, berkreasi—inilah yang membuat kita tetap unik sebagai manusia.
Jadi, ketika kita khawatir tentang masa depan pekerjaan, ingatlah bahwa kita sedang membesarkan generasi yang tidak hanya paham teknologi, tetapi juga memiliki hati yang besar. Mereka akan menjadi pionir di dunia baru dimana manusia dan mesin berkolaborasi, bukan bersaing. Mereka akan jadi pionir di dunia baru yang seru banget—dimana manusia dan mesin kolaborasi, bukan saingan!
Tips Praktis untuk Orang Tua yang Juga Belajar
Belajar dari pandemi, ternyata kita bisa adaptif banget loh sebagai keluarga. Waktu semua harus beralih ke digital, kau dengan cepat menguasai berbagai aplikasi pembelajaran online sambil tetap menyiapkan makan untuk anak-anak. Itulah ketahanan yang sebenarnya—bukan melawan perubahan, tapi belajar menari bersama iramanya.
Mulailah dengan hal-hal kecil. Ajak anak diskusi tentang teknologi yang mereka gunakan. Jelaskan bahwa AI adalah alat, bukan pengganti manusia. Latih mereka berpikir kritis dan kreatif—keterampilan yang tetap dibutuhkan di era apapun.
Yang paling penting, jangan lupa bahwa persiapan mental orang tua juga penting. Kekhawatiran kita wajar, tapi jangan sampai membuat kita lupa bahwa yang terpenting adalah mendampingi anak dengan penuh percaya diri dan optimisme.
Kolaborasi, Bukan Kompetisi
Anak-anak zaman sekarang memang sudah biasa banget dengan teknologi, tapi kita sebagai orang tua kadang masih gugup. Itu wajar saja. Tapi ingat, kita tidak harus menjadi ahli teknologi untuk membimbing mereka. Yang kita perlukan cuma keberanian untuk belajar bareng-bareng.
Pada akhirnya, yang paling berharga adalah keyakinan kita bahwa anak-anak akan baik-baik saja. Mereka memiliki kita yang selalu siap mendampingi, mendukung, dan yang paling penting—percaya pada kemampuan mereka untuk beradaptasi dan berkembang di dunia yang terus berubah.
Sumber: Buffalo City strike raises fears of jobs lost to automation, Algoafm.co.za, 2025-09-23