
Pernah lihat kan, waktu dia duduk di sudut ruangan, jari-jarinya menari di atas layar sambil sesekali melirik ke arah anak-anak? Bukan sekadar scroll-scroll biasa. Itu caranya menyambungkan kita semua—mencari resep masakan bareng, merencanakan akhir pekan, atau sekadar mengirim foto lucu si kecil ke kakek-nenek. Teknologi, ketika dipakai dengan hati, justru bisa menjadi benang yang mengikat kita lebih erat.
Quality Time di Era Digital
Kita sering khawatir gadget akan menjauhkan, tapi pernah lihat bagaimana matanya berbinar saat menemukan game edukasi yang bisa dimainkan bersama? Atau cara dia dengan sabar menjelaskan pada si kecil bagaimana video call bisa menyambung dengan nenek yang jauh? Teknologi menjadi alat, tapi kitalah yang menentukan apakah itu jadi jembatan atau tembok.
Yang kulihat dari dia: bukan tentang larangan atau pembatasan, tapi tentang bagaimana membuat setiap interaksi dengan layar menjadi momen berarti. Seperti memilih film bersama di malam Jumat, atau berburu resep masakan di internet untuk kemudian dicoba bareng-bareng di dapur.
Menjaga Privasi dengan Kasih Sayang
Pernah dengar keluhannya tentang kekhawatiran data anak? Itu bukan paranoia, tapi bentuk perlindungan. Aku belajar darinya bahwa menjaga keamanan digital itu seperti mengajari anak menyeberang jalan—perlu pendampingan, penjelasan, dan kepercayaan yang bertahap.
Kita bisa membuat password keluarga yang lucu, agar anak-anak tertawa sekaligus belajar. Kita bisa mengatur pengaturan privasi bersama-sama, sambil bercerita mengapa itu penting seperti mengunci pintu rumah. Teknologi AI mungkin canggih, tapi sentuhan manusianya yang membuat semua aman dan nyaman.
Disiplin Tanpa Jarak
Ada keindahan dalam caranya membatasi waktu layar tanpa harus marah-marah. Bukan dengan alarm yang mengagetkan, tapi dengan reminder lembut: ‘5 menit lagi ya, nanti kita masak bersama.’ Bukan dengan merebut paksa, tapi dengan tawaran alternatif yang lebih menarik.
Dia menunjukkan bahwa disiplin teknologi bisa dilakukan dengan hangat. Seperti pilot yang membawa pesawat dengan mulus, dia mengarahkan keluarga melalui dunia digital tanpa turbulensi berlebih. Perlahan, penuh kesabaran, dan selalu dengan tujuan bersama: koneksi yang sehat.
Teknologi untuk Koneksi Nyata
Pelajaran terbesar yang kudapat: teknologi terbaik adalah yang memudahkan kita untuk bertatap muka. Bukan tentang likes atau shares, tapi tentang tawa yang pecah saat melihat meme bersama. Bukan tentang jumlah follower, tapi tentang grup keluarga yang aktif berbagi cerita harian.
Dia yang mengingatkan: chat group keluarga bukan untuk gosip, tapi untuk saling menyemangati. Video call bukan untuk pamer, tapi untuk benar-benar melihat mata satu sama lain.
Dalam caranya yang sederhana, teknologi menjadi perekat, bukan pemisah. Seru banget kan? Teknologi yang seharusnya bikin kita makin dekat, makin banyak cerita, makin banyak tawa bareng!
Masa Depan yang Manusiawi
Ketika anak bertanya tentang AI atau metaverse, dia tidak panik. Dengan bahasa sederhana, dia jelaskan bahwa semua teknologi pada akhirnya alat—seperti palu atau sendok. Tergantung bagaimana kita memakainya. Bisa untuk membangun, bisa untuk merusak.
Yang membuatku tenang: di tangannya, teknologi selalu menjadi sarana untuk lebih manusiawi. Untuk lebih mendengar, lebih memahami, lebih merasakan. Seperti penerbangan yang tepat waktu memberi kita lebih banyak momen bersama, Teknologi yang bijak? Itu kunci untuk buka lebih banyak lagi ruang buat saling mencintai, saling tertawa, saling mengerti! Masa depan yang cerita banget menantinya!
Sumber: Alaska Air CEO: Why now is the time to innovate for smarter air traffic control, Fortune, 2025-09-23