
Pernah nggak sih, merasa dunia digital seperti membawa kita ke arah yang berbeda? Aku perhatikan bagaimana kita kadang sibuk dengan layar masing-masing—aku dengan email yang tak kunjung habis, kau dengan grup WhatsApp yang selalu berdering—sementara si kecil asyik dengan tabletnya. Tapi pagi tadi, saat melihatmu dengan lembut mengajak anak kita bermain puzzle di lantai sambil sesekali mengecek ponsel, aku tersadar: mungkin yang kita butuhkan bukan menjauhi teknologi, tapi belajar memanfaatkannya untuk menciptakan momen kebersamaan yang lebih berarti.
Ketika Gadget Bisa Jadi Jembatan, Bukan Tembok
Aku belajar dari caramu menyiasati waktu. Ketika anak-anak mulai asyik dengan gadget mereka, kau tidak langsung melarang, tapi justru duduk di samping mereka.
‘Ajarin Ibu dong, game apa yang seru ini?’—kalimat sederhana itu yang membuat mereka bersemangat berbagi. Alih-alih menjauhkan, kau malah mendekatkan.
Teknologi yang sering kita khawatirkan justru menjadi alat untuk bercengkrama, berdiskusi, bahkan tertawa bersama.
Kita bisa belajar dari sini: daripada melawan arus, lebih baik ikut berenang bersama—dengan pengawasan dan kehangatan yang kita berikan.
Ritual Kecil yang Membuat Perbedaan Besar
Masih ingat waktu kita mencoba ‘jam bebas gadget’ setiap malam? Awalnya sulit, tapi lihat sekarang—meja makan jadi tempat cerita tentang hari masing-masing, tanpa gangguan notifikasi.
Kau yang mengusulkan ide sederhana itu, dan aku melihat bagaimana ritual kecil itu membawa kehangatan yang kita rindukan. Tidak perlu aplikasi rumit atau jadwal ketat; cukup komitmen untuk hadir sepenuhnya, meski hanya 30 menit sehari.
Keluarga harmonis seringkali dimulai dari kebiasaan kecil yang kita jaga bersama.
Dari Kekhawatiran Menuju Kepercayaan
Aku tahu kekhawatiranmu—tentang konten yang tidak pantas, tentang waktu yang terbuang, tentang jarak yang mungkin tercipta. Tapi aku juga melihat caramu membangun kepercayaan dengan anak-anak.
Dengan berbicara terbuka tentang batasan, dengan menjadi teman diskusi bukan hakim yang menghakimi. Bagaimana jika kita melihat teknologi bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang untuk membangun komunikasi yang lebih jujur?
Keluarga yang harmonis bukan yang bebas masalah, tapi yang mampu berkomunikasi dengan jujur dan saling mendukung. Di era digital ini, justru keterbukaan itu yang menjadi tameng terbaik kita.
Menciptakan Ruang untuk Tidak Sempurna
Terakhir, aku ingin berbagi sesuatu yang sering kau ajarkan: bahwa tidak perlu menjadi orangtua yang sempurna dalam menggunakan teknologi. Kadang kita gagap, kadang kita perlu belajar dari anak-anak, dan itu tidak masalah.
Yang penting adalah niat untuk terus mencoba, untuk tetap terhubung, untuk tidak menyerah pada kesibukan masing-masing. Keluarga harmonis itu dibangun dari usaha sehari-hari, dari pelukan saat lelah, dari tawa saat gagal mencoba filter TikTok bersama.
Terima kasih sudah mengingatkanku bahwa yang kita butuhkan bukan kesempurnaan, tetapi kehadiran.
Sumber: FIS Transforms Private Capital Suite Into SaaS Tool, Pymnts, 2025-09-23