Pernahkah kau duduk di sofa setelah hari yang panjang, membaca berita tentang bagaimana AI mengubah segalanya, lalu pandanganmu beralih ke anak kita yang sedang tidur lelap? Aku sering melakukannya. Di saat-saat sunyi seperti itu, pertanyaannya bukan lagi ‘apa yang akan terjadi dengan pekerjaan kita?’ tapi ‘dunia seperti apa yang akan diwarisi oleh mereka?’ Aku melihat wajah polos mereka dan bertanya-tanya—apakah kita mempersiapkan mereka dengan cukup? Tapi kemudian aku ingat, yang orangtua butuhkan bukanlah rasa takut, melainkan harapan. Bukan perlindungan berlebihan, melainkan persiapan yang penuh makna.
Nah, dari situ aku jadi mikir…
Lebih dari Sekadar Teknologi: Membangun Manusia yang Tangguh
Yang kulihat dalam dirimu setiap hari adalah bukti bahwa yang paling berharga bukanlah menguasai teknologi, tapi menjadi manusia yang utuh. Ketika kau membantu anak kita menyelesaikan perselisihan dengan temannya, kau mengajarkan empati—sesuatu yang tidak bisa diprogram.
Saat kau mendorong mereka untuk mencoba lagi setelah gagal, kau membangun ketahanan. Keterampilan seperti kreativitas, kerja sama, dan kemampuan beradaptasi justru semakin berharga di dunia yang penuh dengan algoritma.
Aku ingat kemarin, ketika kita bermain puzzle bersama dan anak kita menemukan cara menyusun yang tidak terpikirkan oleh kita—itulah masa depan yang sebenarnya.
AI sebagai Teman Bermain, Bukan Pengganti Manusia
Ada keindahan dalam cara kita memperkenalkan teknologi kepada mereka—bukan sebagai pengganti interaksi manusia, tapi sebagai alat untuk memperkaya pengalaman.
Seperti waktu kita menggunakan aplikasi edukatif untuk menjawab pertanyaan anak kita tentang planet-planet. Matanya berbinar-binar, bukan karena teknologinya, tapi karena rasa ingin tahunya terjawab.
Kita tertawa bersama membayangkan AI mungkin bisa membantu menemukan kaus kaki yang hilang, tapi tentu tidak bisa menggantikan pelukan hangat sebelum tidur. Keseimbangan itulah yang kita semua jaga.
Membuka Jendela Dunia: Memupuk Rasa Ingin Tahu Sejak Dini
Aku selalu kagum melihat caramu menanggapi setiap ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’ dari mereka. Tidak pernah terburu-buru, selalu dengan kesabaran yang membuatku belajar.
Dalam dunia yang berubah cepat, kemampuan belajar adalah harta terbesar yang bisa kita berikan. Bukan tentang menghafal fakta, tapi tentang menjaga api keingintahuan itu tetap menyala.
Seperti minggu lalu ketika kita bersama-sama mencari tahu tentang fenomena alam yang mereka lihat di sekolah—kita semua menjadi murid yang antusias.
Membangun Jembatan, Bukan Tembok: Kolaborasi Antar Generasi
Yang paling menghangatkan hati adalah melihat bagaimana orangtua membangun jembatan antara dunia kita dan dunia mereka. Kita tidak takut mengatakan ‘Ibu dan Ayah juga sedang belajar tentang ini’ ketika mereka bertanya tentang AI.
Dialog terbuka itu, kejujuran bahwa kita semua sedang navigasi bersama—itulah yang membuatku yakin.
Tradisi keluarga kita, obrolan saat makan malam, cerita sebelum tidur—semua itu adalah fondasi ketahanan yang tidak tergantikan oleh teknologi mana pun.
Masa depan mungkin tidak pasti, tapi yang pasti adalah kita akan menghadapinya bersama, dengan semua kekuatan dan kelemahan kita sebagai manusia.
Mereka akan siap, karena kita yang membimbing mereka.
Sumber: Top CEOs warn about white-collar job crisis from AI revolution, predict up to 50% entry-level job losses in US workforce, Economic Times, 2025-09-27