Larangan AI di Gaokao: Pelajaran untuk Orang Tua

Larangan AI di Gaokao: Pelajaran untuk Orang Tuasiswa menghadapi ujian nasional di ruang kelas

Bayangkan suasana: jutaan siswa duduk di ruang ujian, keringat dingin tanda deg-degan tapi semangat tetap membara, sementara di luar sana seluruh negara menekan tombol ‘pause’ pada teknologi tercanggihnya. Itulah yang terjadi di China ketika perusahaan besar seperti Alibaba dan Tencent mematikan fitur AI untuk mencegah kecurangan saat gaokao, ujian penentu masa depan yang diikuti 13 juta siswa. Kalau di Indonesia, bayangkan suasana Ujian Nasional (UN) masa kini yang menentukan langkah berikutnya anak-anak. Langkah ini bukan sekadar soal alat digital—ini tentang bagaimana sebuah bangsa menilai arti kejujuran, usaha, dan masa depan generasi mudanya.

Mengapa China Matikan AI saat Ujian Gaokao?

gedung pendidikan di China dengan suasana ujian

Menurut laporan The Guardian, selama empat hari gaokao berlangsung, perusahaan teknologi pendidikan besar di China menonaktifkan fitur pengenalan gambar dan obrolan AI untuk mencegah siswa mencari jawaban instan. Bloomberg menambahkan bahwa aplikasi populer seperti Qwen dan Yuanbao benar-benar membatasi layanan foto dan teks selama jam ujian. Kebijakan teknologi ini dianggap sebagai cara sederhana tapi efektif menjaga integritas ujian.

Di sisi lain, Amerika masih berdebat apakah perlu meniru langkah ini. Ada yang bilang pembatasan AI bisa menjaga keadilan, ada juga yang khawatir itu menahan inovasi. Namun, satu hal pasti: AI sudah masuk ke ruang belajar, dan kita tidak bisa menutup mata.

AI untuk Anak: Alat Bantu atau Ancaman?

anak belajar dengan tablet di rumah

Bagi kita orang tua, berita ini memunculkan pertanyaan mendalam: apakah AI hanya godaan untuk ‘curang’, atau bisa jadi sahabat belajar anak? Di satu sisi, ada kekhawatiran anak-anak akan bergantung terlalu banyak pada mesin. Di sisi lain, kita juga melihat peluang—bayangkan anak yang penasaran dengan sains bisa mencoba eksperimen virtual tanpa harus menunggu lab sekolah dibuka.

Pertanyaannya: bagaimana kita menjaga agar rasa ingin tahu mereka tetap menyala tanpa bergantung penuh pada mesin?

Tantangannya ada pada keseimbangan edtech. Sama seperti perjalanan keluarga: peta digital bisa memandu, tapi tanpa rasa penasaran kita tidak akan pernah berhenti di tempat bermain dekat rumah yang terlihat seru. Begitu juga dengan AI pendidikan—itu alat bantu, bukan pengganti rasa ingin tahu.

Membangun Kejujuran sejak Dini dengan Teknologi

anak sekolah dasar menulis di buku catatan

China menekan tombol ‘pause’ bukan karena benci teknologi, tapi karena mereka percaya ada momen yang harus murni dari usaha anak. Ini mengingatkan kita bahwa nilai kejujuran tidak boleh hilang di tengah kemajuan AI. Anak belajar lebih dari sekadar jawaban benar atau salah; mereka belajar arti usaha, sabar, dan percaya diri. Setuju kan, Ayah/Ibu?

Untuk anak-anak di sekolah dasar, kita bisa mulai dari hal kecil: biarkan mereka menyelesaikan teka-teki tanpa bantuan, atau menulis cerita sendiri meski kata-katanya sederhana. Momen kecil ini menanamkan rasa bangga yang lebih besar daripada hasil instan.

5 Tips Bijak Gunakan AI untuk Belajar Anak

orang tua dan anak menggunakan tablet bersama

  • Batasi penggunaan saat krusial: Sama seperti China mematikan AI saat ujian, kita bisa menetapkan zona bebas gadget saat anak belajar atau mengerjakan tugas.
  • Gunakan untuk eksplorasi, bukan jawaban instan: Dorong anak bertanya ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’, bukan hanya ‘apa jawabannya’.
  • Seimbangkan dengan pengalaman nyata: Jika mereka belajar tentang tumbuhan lewat AI, ajak juga melihat pohon di taman. Sentuhan nyata menancapkan pengetahuan lebih dalam.
  • Bangun percakapan tentang etika teknologi: Bagaimana kalau anak kita yang kena konsekuensinya? Tanyakan ringan, “Kalau kamu bisa minta mesin kerjakan PR, tapi guru tidak tahu, apa yang kamu rasakan?” Pertanyaan ini membuka ruang refleksi, bukan sekadar aturan.
  • Libatkan komunitas belajar: Ajak teman sebaya atau keluarga besar bereksperimen dengan AI, sehingga anak melihat teknologi sebagai alat kolaborasi.

Masa Depan Pendidikan: Aturan atau Kebebasan?

kelas modern dengan papan digital dan anak-anak belajar

Langkah China memberi gambaran bahwa teknologi pendidikan bisa diatur demi tujuan lebih besar. Mungkin negara lain, termasuk Amerika, akan meniru dengan cara berbeda. Namun bagi kita orang tua, pelajaran utamanya sederhana: anak perlu tumbuh dengan rasa ingin tahu yang sehat, bukan ketergantungan.

Bayangkan jika anak kita nanti menghadapi ujian kehidupan—pekerjaan, relasi, tantangan sosial. Tidak ada tombol ‘pause’ untuk menonaktifkan godaan atau jalan pintas. Yang ada hanya karakter yang sudah ditempa sejak kecil. Karakter yang kuat itu seperti akar pohon—tak terlihat sekarang tapi menentukan kekuatannya nanti. Itulah mengapa mendampingi mereka dengan cinta, aturan bijak, dan ruang eksplorasi adalah hadiah terbaik yang bisa kita berikan.

Source: China restricts AI across the country to prevent kids cheating — America could learn from it, NYPost, 2025-08-19 17:27:46

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top