
Bayangkan, Sayang, suatu malam setelah seharian penuh dengan urusan kantor dan anak-anak, kita akhirnya bisa duduk berdua. Tiba-tiba, anak kita yang paling besar bertanya, ‘Ayah, Ibu, nanti kalau sudah besar, pekerjaan apa yang nggak bisa diganti robot?’ Pertanyaan polos itu langsung membawa kita pada berita tentang PHK di perusahaan teknologi karena AI. Menurut data terbaru dari WCCF Tech 2025, PT X di Indonesia mulai menggunakan AI untuk efisiensi tapi tetap menjaga hak karyawan.
Rasanya seperti ada gelombang besar yang mendekat, bukan hanya di perusahaan-perusahaan raksasa, tapi juga di ambang pintu rumah kita, memengaruhi setiap keluarga, setiap mimpi yang kita rajut. Perubahan ini begitu cepat, kadang membuat kita merasa sedikit cemas, bukan?
Tapi, di tengah semua itu, ada kekuatan besar yang kita miliki sebagai keluarga. Di sini, kita akan coba membahas langkah-langkah sederhana, yang bisa kita mulai dari rumah, untuk mempersiapkan generasi muda kita menghadapi dampak AI, dengan kehangatan dan kekuatan yang hanya bisa kita temukan dalam kebersamaan.
Mengapa Perubahan Teknologi Harus Dilihat Sebagai Kesempatan

Kita sering bicara, ya, tentang bagaimana dunia ini terus berputar. Dulu, mungkin orang tua kita beradaptasi dengan mesin-mesin industri baru, lalu era komputer, internet, dan sekarang AI. Setiap pergeseran ini, meski awalnya terasa menakutkan, sebenarnya adalah transisi alami yang perlu kita pahami bersama.
Bukan hanya sekadar menerima, tapi melihatnya sebagai peluang emas untuk belajar, untuk bertumbuh, dan untuk beradaptasi dengan cara yang lebih baik. Ingat waktu kita dulu sering berdiskusi tentang bagaimana pekerjaan kita sendiri berubah? Dulu mungkin lebih banyak manual, sekarang semua serba digital.
Nah, dengan AI ini, kita bisa mulai diskusi sederhana di rumah, mungkin saat makan malam atau ketika menemani anak mengerjakan tugas. Bagaimana AI memengaruhi pekerjaan sehari-hari kita? Apa yang bisa kita pelajari dari sana?
Kalau anak kita tiba-tiba nyeletuk, ‘Ayah, Ibu, nanti pekerjaan Ayah bisa diganti AI nggak?’, kita bisa tersenyum dan menjawab, ‘Tidak, Sayang, karena ada hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh hati dan akal budi kita. Justru di situlah kita perlu belajar lebih banyak!’ Itu bukan hanya humor, tapi juga sebuah keyakinan bahwa alat, bukan pengganti hati dan akal budi.
Membangun Keterampilan Tak Tergantikan oleh Mesin

Bayangkan malam itu saat anak tanya, ‘Ayah, bisa AI gantikan pekerjaanmu?’ Kita jawab, ‘Tidak, karena hati dan akal budi kita unik.’ Ah, tapi ketika dia ajari AI rahasia pizza, aku malah ingat: itu contoh keajaiban manusia! Kreativitas, empati, dan kemampuan memecahkan masalah adalah kunci utama. Sebuah robot mungkin bisa membuat lukisan, tapi itu tidak bisa merasakan emosi di baliknya. Itu bisa menghitung, tapi tidak bisa memahami mengapa kita harus membantu sesama. Jadi, kegiatan sederhana seperti bersama membuat pizza, butuh imajinasi dan kerja sama, mengasah ketrampilan yang tak ternilai. Di situ, kita mengajarkan etika penggunaan teknologi — tanggung jawab moral di balik setiap inovasi. Itu menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang dan kebersamaan adalah ‘algoritma’ terbaik yang bisa kita tanamkan.
Ketika semua perubahan ini terjadi, yang tak bisa dilakukan sendirian adalah gotong royong.
Gotong Royong Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan

Kita berdua tahu, Sayang, bahwa menghadapi perubahan sebesar ini tidak bisa sendirian. Konsep ‘gotong royong’ yang selalu diajarkan sejak dulu, kini semakin relevan. Keluarga, komunitas, bahkan negara, perlu bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang adil dan berkelanjutan di tengah gempuran teknologi.
Kita bisa mulai dengan hal kecil di rumah, misalnya dengan mengajarkan anak-anak tentang pentingnya menghargai pekerjaan orang lain, tidak hanya yang di layar komputer, tapi juga pekerjaan yang terlihat sederhana di sekitar kita. Mendukung hak-hak pekerja, memahami bahwa setiap individu berhak atas pekerjaan yang layak, itu adalah nilai-nilai yang bisa kita tanamkan.
Mungkin kita bisa sesekali mengajak anak-anak berdiskusi tentang berita-berita di sekitar kita, bagaimana AI bisa membantu, tapi juga bagaimana kita harus memastikan tidak ada yang tertinggal. Kita bisa membahas nilai-nilai moral dalam pengembangan AI, seperti privasi data atau keadilan dalam algoritma, dengan bahasa yang sederhana.
Karena pada akhirnya, teknologi harus melayani kemanusiaan, bukan sebaliknya.
Kamu sering bilang, ya, kalau nilai-nilai itu harus ditanamkan sejak dini. Bahkan untuk teknologi sekalipun. Jangan takut ketika si kecil ingin ‘mengajar’ AI hal-hal seperti berbagi atau beramal – itu justru pelajaran terbaik yang bisa diberikan teknologi modern. Dan itu dimulai dari obrolan hangat di rumah kita, dari setiap nilai yang kita tanamkan bersama.
