AI dan Masa Depan Kreativitas Anak: Pelajaran dari CEO Figma

WAH, pernah nggak sih lihat si kecil lagi asyik gambar pakai krayon, terus tiba-tiba nyeletuk, ‘Ayah, gimana ya kalau gambarku ini bisa bergerak?’ Momen seperti inilah yang bikin saya teringat—dunia desain dan AI, seperti yang dibicarakan CEO Figma Dylan Field, ternyata punya kaitan erat dengan imajinasi anak-anak! Meski Figma mengalami tekanan di pasar saham pasca-IPO, Field justru fokus pada kekuatan jangka panjang AI untuk ‘mendorong batas kemungkinannya’ lebih jauh—dan sebagai orang tua, kita bisa mengambil pelajaran berharga.

Mengapa AI Bisa ‘Mendorong Batas Kemungkinan’ Kreativitas Anak?

Seorang anak perempuan sedang menggambar di tablet, menunjukkan perpaduan kreativitas dan teknologi AI.

Dylan Field, CEO Figma, bilang bahwa AI bisa ‘membuka gerbangnya lebar-lebar‘—memudahkan lebih banyak orang jadi desainer—dan sekaligus ‘mendorong batas kemungkinannya‘, membuat para profesional bisa berkreasi lebih jauh. Nah, bayangkan ini dalam konteks keluarga: AI bukan cuma untuk para ahli, tapi juga bisa membantu anak-anak mengeksplorasi ide-ide mereka dengan lebih mudah. Misalnya, tools AI yang sederhana bisa mengubah sketsa anak menjadi animasi pendek, atau membantu mereka merancang cerita visual tanpa perlu keahlian teknis yang rumit.

Menurut penelitian McKinsey, pengembang perangkat lunak bisa menyelesaikan tugas dua kali lebih cepat dengan bantuan AI generatif—dan ini berlaku juga untuk ranah kreatif. Tapi, yang menarik, sebuah studi lain justru menunjukkan bahwa AI terkadang membuat pengembang berpengalaman lebih lambat. Kok bisa? Mungkin karena mereka butuh waktu untuk beradaptasi atau bereksperimen dengan fitur baru. Nah, di keluarga, kita bisa lihat pola serupa: anak-anak mungkin butuh waktu lebih lama awalnya saat mencoba tool AI, tapi hasilnya bisa jauh lebih kaya dan imajinatif!

Bagaimana AI Membuka Aksesibilitas untuk Setiap Anak?

Field percaya bahwa AI bisa memperluas akses ke dunia desain—dan ini sangat relevan untuk anak-anak. Dulu, hanya yang punya latar belakang teknis kuat yang bisa mendesain secara profesional. Sekarang, dengan AI, anak usia tujuh tahun pun bisa mulai bereksperimen dengan membuat poster digital, animasi sederhana, atau bahkan game kecil-kecilan. Tools AI membantu ‘membuka gerbangnya lebar-lebar’ sehingga anak tidak perlu takut mencoba.

Tapi, di balik kemudahan ini, ada tantangan juga: bagaimana memastikan anak tetap belajar proses kreatif, bukan hanya mengandalkan AI? Seperti kata Field, ‘Desain adalah pembeda‘—yang penting bukan hanya hasil akhir, tapi bagaimana anak mengasah imajinasi dan pemecahan masalah. AI di sini berperan sebagai mitra, bukan pengganti usaha. Misalnya, gunakan AI untuk generate ide cerita, tapi biarkan anak yang mengembangkan alur dan karakternya.

Tips untuk Orang Tua: Cara Mengintegrasikan AI dengan Bijak dalam Kegiatan Keluarga

Tapi tenang, AI justru bisa jadi ‘bumbu rahasia’ yang super seru di aktivitas harian kita! Gini nih caranya, dijamin asyik banget:

  • Eksperimen Desain Sederhana: Ajak anak membuat kartu ucapan digital dengan tool AI yang user-friendly. Biarkan mereka pilih warna, font, dan gambar—lalu diskusikan pilihan mereka untuk melatih critical thinking.
  • Storytelling dengan AI: Gunakan AI untuk generate prompt cerita (misalnya, ‘seorang anak dan robot di taman’), lalu minta anak melanjutkan ceritanya dengan gambar atau tulisan tangan.
  • Batas yang Sehat: Tetapkan waktu khusus untuk eksplorasi AI, misalnya 30 menit setelah sekolah, diimbangi dengan aktivitas outdoor atau hands-on play untuk keseimbangan.

Ingat, tujuan utama bukan menguasai tool AI, tapi mendorong rasa ingin tahu dan keberanian mencoba hal baru. Seperti Figma yang berinvestasi besar di AI untuk masa depan, kita juga bisa ‘invest‘ dalam kreativitas anak dengan pendekatan yang menyenangkan dan empatik.

Refleksi: Mempersiapkan Anak untuk Dunia yang Terus Berubah dengan AI

Dunia teknologi memang fluktuatif—lihat saja Figma yang sahamnya turun drastis meski revenue tumbuh 41%. Tapi, Field tidak panik; dia fokus pada visi jangka panjang. Sebagai orang tua, kita bisa belajar dari ini: yang penting bukan tren sesaat, tapi bagaimana kita membekali anak dengan skills yang relevan untuk masa depan, seperti adaptability, creativity, dan kolaborasi.

AI adalah bagian dari evolusi itu—bukan musuh, tapi alat yang bisa dimanfaatkan dengan bijak. Dengan semangat seperti Field yang optimis tentang ‘raising the ceiling’, mari kita dorong anak-anak untuk tidak takut bermimpi besar dan mencoba hal-hal baru. Siapa tahu, kan? Dari coretan iseng di rumah, bisa jadi mereka adalah inovator hebat yang akan mengubah dunia suatu hari nanti! Keren banget membayangkannya!

Jadi, apa rencana kreatif keluarga Anda akhir pekan ini? Yuk, saatnya campurkan sedikit ‘sihir’ teknologi dengan permainan klasik—pasti bakal jadi momen yang penuh senyum dan semangat!


Sumber: Figma is getting crushed in its post-IPO earnings debut; CEO Dylan Field is focused on AI’s long term power to ‘raise the ceiling’, Fortune, 2025/09/04

Latest Posts

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top