Bayangkan, tokoh yang dianggap bapak baptis AI justru ‘diputus’ oleh pacarnya melalui chatbot! Geoffrey Hinton berbagi cerita unik ini, dan sebagai orang tua saya langsung terpikir: bagaimana teknologi seperti ini mempengaruhi cara anak-anak kita memahami hubungan dan komunikasi di masa depan?
Cerita Geoffrey Hinton: AI dalam Hubungan Manusia
Geoffrey Hinton, ilmuwan komputer pemenang Nobel yang sering dijuluki ‘Godfather AI’, baru-baru ini mengungkapkan bahwa mantan pacarnya menggunakan ChatGPT untuk mengakhiri hubungan mereka. Dalam wawancara dengan Financial Times, Hinton bercerita, “Dia meminta chatbot itu menjelaskan betapa buruknya perilaku saya dan memberikannya kepada saya. Saya tidak merasa bersalah, jadi tidak terlalu membuat saya sedih.”
Ironis, bukan? Salah satu pionir teknologi AI justru mengalami bagaimana AI bisa menyentuh ranah personal secara tak terduga. Kita yang membesarkan anak jadi merenung: kalau AI sudah bisa dipakai untuk hal-hal sepersonal putus cinta, gimana dampaknya buat generasi yang tumbuh dalam dunia serbadigital?
AI dan Emosi: Pelajaran untuk Keluarga
Penelitian dari Journal of Social and Personal Relationships menunjukkan bahwa ‘putus’ dengan AI bisa memberikan pengalaman emosional yang kompleks, mirip dengan kehilangan hubungan manusia. Jaime Banks, peneliti dalam studi tersebut, menjelaskan bahwa mesin sosial dirancang untuk mensimulasikan proses sosial sehingga menciptakan koneksi emosional—dan kehilangannya bisa terasa sangat berarti.
Pernahkah kita sadar anak lebih nyaman curhat ke aplikasi daripada ke kita? Bayangkan jika surat izin sekolah dikirim via chatbot! Penting banget membimbing mereka memahami batasan antara teknologi dan hubungan manusia. AI bisa jadi teman yang membantu, tapi bukan pengganti pelukan hangat atau tatapan penuh perhatian.
Membesarkan Anak di Era AI: Kiat Praktis
Jadi, gimana mempersiapkan generasi yang tumbuh bersama kecerdasan buatan? Ini beberapa ide sederhana:
- Ajak Berdialog tentang Teknologi: Manfaatkan momen santai—seperti saat makan malam atau jalan-jalan—untuk ngobrol tentang cara kerja AI. Tanyakan pendapat mereka, dan dengarkan dengan penuh rasa ingin tahu!
- Jadikan AI sebagai Alat, Bukan Pengganti: Arahkan anak memanfaatkan AI untuk proyek kreatif atau menjawab pertanyaan sulit, tapi tekankan bahwa teknologi tak bisa menggantikan ngobrol seru dengan keluarga.
- Latih Kecerdasan Emosional: Bantu anak mengenali perasaan sendiri dan orang lain. Mesin mungkin bisa kasih jawaban tepat, tapi empati tetap harus muncul dari hati yang tulus.
Masa Depan AI dan Generasi Penerus
Hinton memperkirakan AI supercerdas bisa datang dalam 5-20 tahun ke depan. Artinya anak kita akan menghadapi dunia yang jauh berbeda! Tapi jangan panik—para orang tua punya peran krusial untuk membentuk cara mereka berinteraksi dengan teknologi.
Daripada takut, yuk lihat AI sebagai mitra belajar dan berkarya. Yang terpenting, kita terus tanamkan nilai-nilai manusiawi: kebaikan, kepedulian, dan hubungan yang tulus. Siapa tahu kelak mereka justru memanfaatkan AI untuk menciptakan solusi sosial atau membantu sesama—berkat bimbingan kita hari ini.
Penutup: AI dan Kehangatan Keluarga
Cerita Geoffrey Hinton mungkin terdengar kocak, tapi membuka diskusi penting tentang peran teknologi dalam hidup. Kita punya kesempatan emas membimbing anak tidak hanya jadi pengguna teknologi yang cerdas, tapi juga manusia berempati.
Jadi, lain kali dengar cerita AI “memutuskan” sesuatu, ingatlah: mesin canggih sekalipun takkan pernah bisa menggantikan kehangatan obrolan di meja makan atau canda tawa saat piknik keluarga.
Lalu, apakah kehangatan manusia mulai kita gantikan dengan notifikasi ponsel? Mari kita terus mendampingi anak menjelajahi dunia digital, dengan cinta yang tetap manusiawi!
Source: AI Godfather Dumped By ChatGPT? Geoffrey Hinton Shares Bizarre Breakup Story, Mashable, 2025/09/09 07:23:18