
Pernah lihat anak kecil bermain balok? Mereka bangun menara tinggi dengan penuh semangat, lalu—wham!—runtuh. Tapi mereka tidak menyerah; mereka cuma tertawa dan mulai lagi. Itulah yang terpikir saat baca berita Salesforce minggu ini: angkanya oke, tapi sahamnya nyungsep gara-gara AI bikin was-was. Sebagai orang tua yang melihat dunia teknologi berkembang, ini mengingatkan kita bahwa transisi menuju masa depan yang lebih cerah butuh waktu, kesabaran, dan—yang paling penting—optimisme.
Salesforce dan Realitas AI: Antara Ekspektasi dan Kenyataan?

Jadi ceritanya, pagi ini saya mencoba menjelaskan berita Salesforce sambil sarapan. Anak saya malah tanya, “Ayah, Salesforce itu robot raksasa?” Saya tertawa. Salesforce melaporkan pendapatan $10,24 miliar—naik 10% dari tahun lalu—dan mengalahkan ekspektasi Wall Street. Tapi, seperti anak yang kecewa karena es krimnya jatuh, investor justru fokus pada panduan untuk kuartal depan yang sedikit di bawah perkiraan. Pendapatan berulang tahunan (ARR) untuk AI mereka tumbuh 120%, mencapai $1,1 miliar! Tapi itu masih kurang dari 3% dari total pendapatan Salesforce—AI mulai menghasilkan receh, tapi belum jadi sumber utama.
Ini seperti punya anak yang sangat pintar tapi masih perlu waktu untuk matang. AI Salesforce—disebut Agentforce—baru digunakan sekitar 3.000 pelanggan berbayar. Butuh inovasi lebih untuk membuatnya mudah digunakan dan diadopsi secara luas. Sebagai orang tua, kita tahu betul bahwa hal-hal hebat butuh proses. Anak tidak langsung bisa membaca dalam semalam; butuh latihan, dukungan, dan kadang kegagalan kecil.
Apa Artinya AI bagi Masa Depan Anak Kita?

Di balik angka-angka ini, ada cerita yang lebih besar: AI sedang mengubah dunia, tapi perubahan itu tidak instan. Salesforce bahkan memotong 4.000 pekerjaan di dukungan pelanggan karena AI—tapi CEO Marc Benioff juga mengatakan bahwa teknologi ini sekarang melakukan 30-50% pekerjaan perusahaan. Artinya, AI bukan pengganti manusia, tapi partner yang membantu kita fokus pada hal yang lebih kreatif dan strategis.
Untuk anak-anak kita, ini berarti masa depan di mana AI bisa menjadi alat untuk memperkuat kreativitas dan pemecahan masalah. Bayangkan jika anak kita bisa menggunakan AI untuk membantu membuat cerita, merancang proyek seni, atau bahkan belajar bahasa baru dengan lebih interaktif. Tapi, seperti Salesforce yang perlu waktu untuk membuat AI-nya scalable, anak-anak juga butuh waktu untuk belajar menggunakan teknologi ini dengan bijak.
Pelajaran pentingnya? Jangan takut pada perubahan teknologi. Sebaliknya, kita bisa mengajarkan anak untuk melihat AI sebagai alat, bukan pengganti imajinasi mereka. Seperti halnya kita mengajarkan mereka naik sepeda—dengan roda training dulu—AI bisa jadi “roda training” untuk mengeksplorasi dunia baru.
Membangun Ketahanan: Dari Kegagalan Salesforce hingga Keberhasilan Keluarga?

Salesforce sahamnya turun hampir 5% setelah laporan ini. Tapi perusahaan ini tidak berhenti; mereka malah meningkatkan pembelian kembali saham hingga $50 miliar dan memperbaiki margin. Mereka beradaptasi.
Ini mengingatkan kita pada nilai ketahanan dalam keluarga. Pernah lihat anak mencoba sesuatu yang sulit—seperti memanjat pohon atau menyusun puzzle—dan hampir menyerah? Tapi dengan dorongan kita, mereka mencoba lagi dan akhirnya berhasil. AI dan teknologi adalah area yang penuh tantangan, tapi juga peluang.
Sebagai orang tua, kita bisa mengambil hikmah dari kisah Salesforce: kesuksesan tidak linear. Ada pasang surut, dan yang penting adalah bagaimana kita merespons. Daripada khawatir AI akan “mengambil” pekerjaan, kita bisa fokus pada membekali anak dengan keterampilan yang tidak bisa digantikan mesin—seperti empati, kreativitas, dan kolaborasi.
Tip praktis: Mengapa tidak mencoba aktivitas keluarga yang menggabungkan teknologi dan tangan? Misalnya, setelah membaca berita ini, ajak anak membuat “proyek AI” sederhana dengan menggambar robot yang membantu tugas sehari-hari. Diskusikan bagaimana teknologi bisa membuat hidup lebih baik, tapi juga butuh manusia untuk mengarahkannya. Bagikan hasilnya di Instagram dengan tagar #RobotRayuan—siapa tahu karya anak kita bisa menginspirasi keluarga lain!
Melihat Ke Depan dengan Harapan dan Persiapan untuk Anak?

Salesforce menghadapi tantangan dalam memonetisasi AI, tapi mereka tetap optimis—meningkatkan panduan pendapatan untuk tahun penuh menjadi $41,1-41,3 miliar. Analis memperkirakan penerapan AI yang lebih berarti baru akan terjadi sekitar 2027. Itu masih beberapa tahun lagi—sama seperti waktu yang dibutuhkan anak kita dari TK sampai SMP.
Untuk keluarga, ini adalah pengingat bahwa mempersiapkan anak untuk masa depan bukan tentang terburu-buru, tapi tentang membangun fondasi yang kuat. Teknologi akan terus berkembang, tapi nilai-nilai seperti kejujuran, kerja keras, dan rasa ingin tahu akan selalu relevan.
Jadi, lain kali kita baca berita tentang saham turun atau AI yang belum sesukses yang diharapkan, ingatlah bahwa setiap kemajuan butuh proses. Seperti anak kita yang belajar berjalan, jatuh bangun adalah bagian dari perjalanan. Yang penting adalah kita ada di sana untuk mendukung, mengajari, dan—yang paling menyenangkan—merayakan setiap langkah kecil menuju masa depan yang cerah.
Dan ya, sambil menikmati langit biru di taman kota kami hari ini, mari kita jadikan momen bersama keluarga sebagai fondasi untuk optimisme itu. Masa depan tidak pasti, tapi dengan setiap diskusi kecil dan proyek menggambar robot, kita sedang membangun ketahanan—satu langkah kecil yang suatu hari akan jadi lompatan besar.
Source: Salesforce beats expectations but its stock falls on weak guidance and fears over AI, SiliconANGLE, 2025/09/03
