Masa Depan AI: Dipimpin Rasa Ingin Tahu, Bukan Tren

AI dan rasa ingin tahu anak

Pernahkah anak kita bertanya sesuatu yang membuat kita berpikir, ‘Wah, pertanyaan bagus nih!’? Di dunia AI yang sedang ramai, CEO Perplexity Aravind Srinivas justru mengingatkan kita: yang terpenting bukanlah kecanggihan, tapi bagaimana teknologi ini memicu rasa ingin tahu—baik pada mesin maupun manusia.

Dari Hype ke Harapan: Bagaimana AI Benar-Benar Membantu Anak Belajar?

Ilustrasi AI membantu anak belajar

Saat banyak perusahaan AI berlomba menciptakan model yang semakin mirip manusia, Aravind Srinivas justru berpendapat bahwa terobosan sesungguhnya terletak pada kemampuan memicu rasa ingin tahu. Bukan sekadar memberikan jawaban, tapi mengajak kita bertanya lebih dalam lagi. Seperti saat anak kita melihat kupu-kupu dan tak hanya bertanya ‘itu apa?’ tapi juga ‘kenapa sayapnya warna-warni?’.
Perplexity, startup yang ia pimpin, tak hanya memberi respons—tapi juga menyertakan sumber dan mendorong pengguna untuk mengajukan pertanyaan lanjutan. “Rasa ingin tahu tidak berhenti pada satu jawaban,” katanya. Pendekatan ini mengingatkan kita pada esensi belajar: proses penemuan yang tak pernah benar-benar selesai.

Anak-anak dan AI: Partner dalam Eksplorasi dan Rasa Ingin Tahu

Ilustrasi anak dan AI partner eksplorasi

Bayangkan jika AI bisa menjadi teman diskusi untuk anak kita—bukan sekadar memberi jawaban instan, tapi membimbing mereka menjelajahi topik lebih jauh. Seperti teman baik yang selalu berkata, “Wah, menarik ya! Coba kita cari tahu lebih lanjut tentang ini?”.
Nah, ini bukan cuma teori! Bayangkan si kecil yang tak berhenti bertanya. Penelitian MIT justru membuktikan bahwa rasa ingin tahu dalam AI sebenarnya terinspirasi dari cara anak kita bertanya setiap hari. Psikologi rasa ingin tahu memainkan peran signifikan dalam kecerdasan manusia untuk meningkatkan pembelajaran dengan bereksplorasi dan mengumpulkan informasi. Ini membuka peluang besar untuk menciptakan alat belajar yang benar-benar memahami bagaimana anak-anak belajar secara alami.

Membangun Pola Pikir Bertanya, Bukan Hanya Mencari Jawaban

Ilustrasi membangun pola pikir bertanya

Di era informasi yang berlimpah, tantangan terbesar justru bukan kekurangan jawaban, tapi bagaimana menyaring dan memahami informasi tersebut. Seperti yang dikatakan Satya Nadella, AI seharusnya membantu kita “berpikir kritis terhadap data, bukan tenggelam di dalamnya”.
Untuk anak-anak, ini berarti mengajarkan mereka tidak hanya bagaimana mencari jawaban, tapi juga bagaimana mengajukan pertanyaan yang tepat. Seperti petualang yang tidak hanya mengikuti peta, tapi juga membuat jalur eksplorasi baru. AI bisa menjadi kompas dalam petualangan pengetahuan mereka—bukan pengganti petualangan itu sendiri.

Praktik di Rumah: Cara Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu dengan Teknologi

Ilustrasi praktik di rumah untuk tumbuhkan rasa ingin tahu

Bagaimana kita sebagai orangtua bisa memanfaatkan pendekatan ini? Coba mulai dengan hal sederhana: saat anak bertanya sesuatu, ajak mereka mencari tahu bersama menggunakan tools yang mendorong eksplorasi. Bukan sekadar memberikan jawaban satu kalimat, tapi melihat dari berbagai sudut pandang.
Misalnya, ketika mereka bertanya tentang mengapa langit berwarna biru, kita bisa menjelaskan secara sederhana, lalu mengajak mereka mencari contoh lain—mengapa matahari terlihat orange saat terbenam? Atau bagaimana pelangi terbentuk? Setiap jawaban membuka pintu untuk pertanyaan baru, dan setiap pertanyaan baru adalah kesempatan belajar.
Yang terpenting, teknologi harus menjadi jembatan—bukan pengganti—interaksi manusia. AI bisa memberikan informasi, tapi rasa ingin tahu yang tulus dan kegembiraan menemukan sesuatu bersama tetap datang dari hubungan kita dengan anak-anak.

Masa Depan yang Dipimpin Rasa Ingin Tahu

Aravind Srinivas percaya bahwa masa depan AI bukan tentang pencarian yang lebih baik atau lebih cepat, tapi tentang penemuan pengetahuan. Bayangkan dunia dimana setiap orang bisa melakukan itu dan memeriksa fakta informasi untuk diri mereka sendiri.
Untuk anak-anak kita, ini berarti mempersiapkan mereka bukan dengan menghafal jawaban, tapi dengan mengasah kemampuan bertanya, mengeksplorasi, dan berpikir kritis. Di dunia yang terus berubah, kemampuan belajar dan beradaptasi akan jauh lebih berharga daripada sekadar mengumpulkan informasi.
Kita tidak perlu memiliki semua jawaban untuk memulai—kita hanya perlu pola pikir untuk terus belajar. Mungkin inilah pelajaran terbesar yang bisa kita berikan kepada generasi berikutnya: keberanian untuk bertanya, kegembiraan dalam mencari tahu, dan kerendahan hati untuk terus belajar.
Jadi, lain kali anak kita bertanya sesuatu yang membuat kita terkagum-kagum, ingatlah: itu bukan sekadar pertanyaan—itu adalah benih rasa ingin tahu yang suatu hari nanti bisa mengubah dunia.

Source: Perplexity CEO Says Curiosity, Not Hype, Will Shape AI’s Future, Forbes, 2025/09/05 20:02:29

Latest Posts

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top