Saat Dunia Berbicara tentang AI, Kita Berbicara tentang Masa Depan Mereka

Keluarga Indonesia berbicara tentang masa depan AI

Kemarin malam, setelah akhirnya mereka tertidur dan rumah kembali sunyi, kudengar kamu mendesah pelan sambil membaca berita tentang pertemuan PBB membahas AI. Apa jadinya dunia mereka nanti? katamu, suaramu penuh kekhawatiran yang sama yang kurasakan. Di tengah perdebatan global tentang regulasi dan batasan, yang kita pikirkan hanyalah bagaimana memastikan langkah kecil mereka aman di dunia yang semakin digital ini.

Kekhawatiran yang Kita Rasakan Bersama

Aku melihat caramu membaca berita itu—matamu yang biasanya cerah sekarang tampak berat. Bukan karena kita takut teknologi, tapi karena kita tahu betapa cepatnya dunia berubah. Seperti saat kita khawatir mereka main terlalu dekat dengan jalan raya, sekarang kita khawatir mereka ‘terlalu dekat’ dengan dunia digital tanpa kita benar-benar pahami batas-batasnya.

Tapi ingatkah waktu kita pertama kali mengajari mereka naik sepeda? Kita tidak melarang, kita berjalan di samping mereka, memegang sadelnya, sampai akhirnya mereka bisa sendiri. AI mungkin seperti sepeda baru yang lebih cepat—tugas kita tetap sama: berjalan di samping mereka, memastikan mereka aman.

Pagar Digital yang Kita Bangun Bersama

Keluarga membangun pagar digital bersama

Aku selalu kagum caramu menemukan cara kreatif untuk mengajarkan nilai-nilai kita melalui teknologi. Seperti waktu kamu menggunakan aplikasi penerjemah untuk menunjukkan bagaimana AI bisa membantu memahami bahasa daerah nenek—sekaligus mengajarkan pentingnya melestarikan warisan budaya.

Serius, kadang aku sendiri masih belajar!

Kita memang nggak bisa ngontrol apa yang terjadi di gedung PBB, tapi di ruang keluarga kita, kita bisa menciptakan ‘perjanjian kecil’ kita sendiri. Tentang kapan boleh menggunakan AI, untuk apa, dan yang paling penting—mengapa nilai kejujuran dan empati tidak pernah bisa digantikan teknologi.

Melihat Masa Depan dengan Harapan

Anak tertawa dengan aplikasi edukasi AI

Pagi tadi, kulihat mereka bermain dengan aplikasi edukasi yang menggunakan AI—tertawa melihat gambar-gambar yang mereka buat bersama teknologi. Di situlah aku tersadar: masa depan tidak harus menakutkan.

Kita sedang membesarkan generasi yang akan berbicara dengan AI seperti kita berbicara dengan kalkulator—sebagai alat, bukan pengganti hubungan manusia.

Tugas kita adalah memastikan mereka tumbuh dengan hati yang tetap manusiawi, sekaligus pikiran yang terbuka untuk peluang baru. Masa depan mereka penuh dengan harapan ketika kita hadir sebagai pemandu yang penuh kasih.

Percakapan yang Akan Terus Berlanjut

Nanti malam, ketika kita duduk lagi di teras sambil mendengar mereka tertidur, mungkin kita akan berbicara lagi tentang ini. Tentang bagaimana kita bisa terus belajar bersama, tentang batasan apa yang perlu kita tetapkan, tentang mimpi apa yang bisa kita wujudkan dengan tools baru ini.

Yang ku tahu, selama kita masih berbicara—tentang kekhawatiran, tentang harapan, tentang masa depan mereka—kita sudah melakukan bagian terpenting. Karena di dunia yang penuh dengan algoritma, yang paling mereka butuhkan tetap adalah orang tua yang peduli.

Sumber: U.S. rejects international AI oversight at U.N. General Assembly, Nbcnews, 2025/09/27

Latest Posts

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top