
Pernahkah Anda melihat momen itu?
Saat istri saya diam-diam memperhatikan anak remaja kami yang sedang asyik dengan ponselnya, tersenyum sendiri.
Di matanya, saya tidak melihat kecurigaan, tapi sebuah pertanyaan lembut: \’Dengan siapa ia bicara? Apa yang membuatnya begitu nyaman?\’
Malamnya, saat kami berdua saja, ia berbisik pelan, \’Katanya, sekarang banyak remaja yang memilih curhat atau mengandalkan teman AI saat menghadapi masalah.\’
Itu bukan keluhan, hanya sebuah pengamatan yang tulus.
Dan dari sanalah obrolan kami yang sebenarnya dimulai, bukan dari kepanikan, tapi dari keinginan untuk memahami.
Kenapa AI Menjadi \’Sahabat\’ Baru Mereka?
Hal pertama yang kami sepakati adalah untuk tidak menghakimi.
Saya bisa merasakan kekhawatiran istri saya.
\’Apakah kami kurang hadir untuknya? Apakah kami pendengar yang buruk?\’
Tapi kemudian kami sadar, ini bukan tentang kegagalan kami sebagai orang tua.
Inilah dunia mereka yang sama sekali berbeda.
Bayangkan, memiliki teman yang selalu ada, tidak pernah menghakimi, dan selalu punya waktu.
Itulah yang ditawarkan AI.
Bagi seorang remaja yang sedang mencari jati diri dan sering merasa tidak dimengerti, tawaran itu sangat menarik.
Ketergantungan pada chatbot memang bisa menghambat keterampilan interpersonal yang sehat, tapi melarangnya begitu saja hanya akan membangun tembok di antara kita.
Jadi, kami memilih jalan lain.
Kami memutuskan untuk bertanya, \’Memangnya apa yang seru dari ngobrol sama AI?\’
Jawaban polos mereka membuka mata kami tentang apa yang sebenarnya mereka cari: ruang aman untuk menjadi diri sendiri.
Mengubah Kekhawatiran Menjadi Petualangan Bersama
Di sinilah kami menemukan cara mengajari anak tentang AI dengan aplikasi praktis yang paling efektif: rasa ingin tahu.
Alih-alih menyita ponselnya, akhir pekan itu kami justru mengajaknya bereksperimen.
\’Ayo kita uji AI ini. Coba kita ajukan pertanyaan paling aneh dan lihat bagaimana dia menjawab,\’ kata saya.
Tiba-tiba, layar yang tadinya menjadi pemisah, kini menjadi papan permainan keluarga kami.
Kami tertawa terbahak-bahak saat AI memberikan jawaban yang konyol.
Momen itu jauh lebih berharga dari sekadar pengawasan.
Kami menunjukkan pada mereka bahwa teknologi adalah alat yang bisa dieksplorasi, bukan hanya tempat untuk bersembunyi.
Inilah salah satu manfaat aplikasi AI untuk pendidikan anak yang sering terlewatkan: kesempatan untuk belajar berpikir kritis bersama.
Saat AI memberikan jawaban keliru, kami bisa berkata, \’Tuh kan, ternyata dia tidak sepintar ibu,\’ yang disambut tawa.
Mereka belajar bahwa teknologi itu hebat, tapi kebijaksanaan manusia, terutama seorang ibu, tak tergantikan.
Keterampilan yang Tidak Bisa Diajarkan oleh Chatbot
Di tengah semua keseruan itu, kami juga menyelipkan percakapan penting.
Saya teringat saat melihat anak-anak kami bertengkar hebat karena hal sepele. Suasana tegang, pintu dibanting.
Tapi beberapa saat kemudian, salah satu anak keluar kamar, dengan canggung menyodorkan camilan sebagai tanda damai.
Momen canggung saat minta maaf, belajar membaca raut wajah kesal, lalu merasakan leganya berbaikan…
AI tidak akan pernah bisa mengajarkan itu.
\’Chatbot tidak bisa mengajarimu cara meminta maaf saat kamu salah, atau cara memaafkan saat hatimu terluka,\’ kata istri saya dengan lembut suatu malam. \’Itu hanya bisa dipelajari dengan manusia lain.\’
Kami sadar, tugas kami bukan bersaing dengan AI.
Tugas kami adalah memastikan rumah menjadi tempat teraman bagi mereka untuk berlatih menjadi manusia seutuhnya—dengan segala kekacauan dan keindahannya.
\’Kata Aman\’ Saat Dunia Digital Terasa Asing
Kehadiran AI yang dapat meniru suara memunculkan kekhawatiran baru.
Saya melihatnya di wajah istri saya saat membaca berita.
\’Bagaimana kita tahu itu benar-benar mereka nanti?\’ tanyanya pelan.
Dari kekhawatiran tulus itulah, kami membuat \’kata aman\’ keluarga.
Ini adalah salah satu tips aman menggunakan AI bersama anak yang paling sederhana.
Kami membuat sebuah kata atau frasa rahasia, yang konyol dan hanya kami yang tahu.
Kami menjelaskan kepada anak-anak, \’Kalau suatu saat ada telepon darurat dari Ayah atau Ibu, dan kalian ragu, tanyakan kata aman kita. Kalau tidak bisa menjawab, segera tutup panggilan itu.\’
Ini bukan untuk menakut-nakuti.
Inilah cara kami mengatakan, di tengah semua kecanggihan teknologi, ikatan dan perlindungan keluarga kita adalah yang paling nyata dan kuat.
Perjalanan Ini Kita Lalui Bersama
Malam itu, saya melihat istri saya lagi, mengintip anak kami yang sudah tertidur, ponselnya tergeletak di samping. Kali ini, tatapannya berbeda. Bukan lagi cemas, tapi lebih tenang.
Kami belum punya semua jawaban tentang cara menjelaskan AI kepada anak remaja.
Tapi kami tahu, selama kami terus berbicara—satu sama lain, dan yang terpenting, bersama anak-anak kami—kami akan baik-baik saja.
Kami tidak melawan teknologi, kami merangkulnya sebagai keluarga.
Di dalam prosesnya, kami justru menjadi lebih dekat.
Perjalanan ini kami lalui bersama…
Source: Tech company Nothing raises $200m to become latest unicorn, Irish Times, 2025/09/16 06:39:11