
Rumah sudah sepi, sayang. Hanya terdengar dengung kulkas dan suara motor di kejauhan yang terasa begitu jauh. Anak-anak sudah terlelap, mungkin sedang memimpikan petualangan yang tadi mereka ceritakan tanpa henti. Di saat-saat seperti ini, saat kita akhirnya bisa duduk berdua, aku sering memikirkan perjalanan kita. Tapi, di tengah-tengah kesibukan sehari-hari, ada satu hal yang selalu mengingatkan kita pada pentingnya rasa ingin tahu.
Tadi aku membaca sebuah tulisan menarik. Bukan berita berat, hanya sebuah panduan tentang bagaimana keluarga bisa menumbuhkan rasa ingin tahu di zaman yang serba cepat ini. Saat membacanya, yang terbayang di kepalaku bukanlah teori-teori rumit, tapi wajahmu tadi sore di meja makan.
Ketika anak bertanya ‘kenapa cicak bisa jalan di dinding, Ayah? Kenapa kita nggak bisa?’ dan aku hampir kehabisan jawaban. Kamu hanya tersenyum, menatapnya lekat, dan dengan sabar menjawab, ‘Pertanyaan yang bagus. Menurut kamu gimana?’
Di momen itu, aku sadar. Panduan yang kubaca itu, ternyata isinya adalah hal-hal yang kamu lakukan setiap hari tanpa sadar. Kekuatanmu yang paling indah adalah caramu mengubah rumah kita menjadi tempat di mana bertanya lebih penting daripada memiliki semua jawaban.
Peta Perjalanan Kita, Bukan Jadwal yang Kaku

Aku ingat tulisan itu membahas soal perencanaan yang fleksibel. Lucu, ya? Rasanya itu seperti ringkasan dari seluruh akhir pekan kita. Aku, dengan segala rencanaku yang tersusun rapi: ‘Jam sembilan kita berangkat ke kebun binatang, nanti makan siangnya di sana, sorenya kita santai di taman.’ Rencana yang sempurna di atas kertas, tapi seringkali takluk oleh hal-hal kecil.
Dulu aku sering frustrasi. Merasa ‘gagal’ menjalankan rencana. Tapi aku belajar darimu. Kamu tidak pernah melihatnya sebagai kegagalan. Bagimu, rencana itu hanyalah sebuah peta, bukan perintah yang harus dipatuhi mati-matian.
Saat hujan deras membatalkan rencana ke kebun binatang, kamu dengan tenang mengeluarkan terpal, beberapa kursi, dan mengajak anak-anak ‘berkemah’ di ruang tengah. Lengkap dengan senter dan cerita-cerita seru. Kamu mengubah kekecewaan menjadi petualangan.
Kamu mengajarkan bahwa tujuan kita bukanlah mencentang semua daftar kegiatan, tapi memastikan perjalanan itu sendiri menyenangkan. Kamu selalu mengingatkan kita bahwa dalam perjalanan keluarga kita, fleksibilitas adalah kekuatan terbesar untuk menjaga kewarasan dan kebahagiaan kita bersama.
Saat Teknologi Menjadi Jendela, Bukan Dinding

Aku akui, aku salah satu orang tua yang sedikit khawatir dengan ‘waktu layar’. Tapi lagi-lagi, kamu menunjukkan padaku sisi lain yang tak pernah kupikirkan. Tulisan yang kubaca menyebut teknologi bisa menjadi ‘teman’, dan aku langsung teringat caramu melakukannya.
Kamu tidak melarang, tapi mendampingi. Kamu tidak menyerahkan tablet sebagai pengasuh elektronik, tapi menjadikannya jendela untuk melihat dunia bersama. Ingat saat si sulung terobsesi dengan dinosaurus? Kamu duduk bersamanya, membuka aplikasi, dan menunjukkan video simulasi bagaimana dinosaurus berjalan. Kalian berdua sama-sama terpukau. Lalu kamu berkata, ‘Yuk, sekarang kita bikin jejak kaki dinosaurus di halaman pakai tanah liat!’
Kamu menghubungkan dunia digital dengan dunia nyata secara alami. Belakangan ini, aku bahkan melihatmu menemukan cara menjawab pertanyaan anak dengan aplikasi AI. Bukan sebagai jalan pintas, tapi sebagai teman diskusi. Saat si kecil bertanya kenapa pelangi melengkung, kamu membuka aplikasi itu bersama dan berkata, ‘Lihat, katanya ini karena cara cahaya dibiaskan oleh tetesan air. Menurutmu, itu seperti apa ya?’ Kamu memakai teknologi bukan untuk memberi jawaban akhir, tapi untuk memantik lebih banyak pertanyaan.
Rumah yang Dibangun dari Pertanyaan

Pada akhirnya, inti dari semua ini, yang paling membuatku terharu, adalah caramu membangun rumah ini. Bukan dengan batu bata dan semen, tapi dengan kesabaran untuk mendengarkan. Di dunia luar yang menuntut kita untuk selalu tampil tahu segalanya, kamu menciptakan sebuah oase di mana ‘tidak tahu’ adalah awal dari sebuah petualangan yang indah.
Kamu tidak pernah menertawakan pertanyaan aneh mereka. Kamu menciptakan ruang aman di mana rasa ingin tahu tidak pernah dihakimi. Kamu tidak pernah berpura-pura menjadi ahli teknologi. Justru keterbukaanmu untuk belajar bersama anak-anak—’Wah, Bunda juga baru tahu, lho’—yang membuat momen itu begitu berharga.
Tugas kita sebagai orang tua mungkin bukan untuk memiliki semua jawaban. Tugas kita adalah untuk memastikan anak-anak kita tidak pernah berhenti bertanya.
Mungkin inilah warisan terpenting yang kita berikan pada mereka, sayang. Bukan rumah yang besar atau mainan yang mahal. Tapi sebuah fondasi yang kokoh, yang dibangun dari ribuan pertanyaan kecil, dan dari keyakinan bahwa orang tua mereka akan selalu ada di sana, siap untuk menjelajahi dunia bersama mereka. Melihatmu, aku sadar. Dan untuk itu, aku tidak bisa memikirkan pemandu yang lebih baik bagi mereka, dan juga bagiku, selain kamu.
Sumber: Here’s what sets apart the top companies most ready to thrive in the age of AI — and U.S. tech is leading the way, Fortune, 2025-09-15.
