
Baru-baru ini, pernyataan CEO Grindr George Arison mengguncang dunia teknologi: investor berlomba-lomba mengejar AI seperti domba yang ikut-ikutan. Menurut laporan Business Insider (31/08/2025), CEO ini mengungkapkan adanya “gelembung investasi” yang tengah terbentuk di sekitar teknologi AI. Di saat yang sama, sebagai orangtua, kita diserbu iklan aplikasi ‘ajaib’ yang konon bisa membentuk masa depan anak. Tapi tunggu—apakah kita perlu ikut berlari? Atau justru ini saatnya menatap si kecil yang sedang asyik menyusun balok kayu di lantai, lalu tersenyum: fondasi tumbuh kembangnya jauh lebih kokoh dari tren yang berputar cepat.
Saat Tren Meledak, Apa yang Benar-benar Bertahan dalam Pola Asuh?

Arison menjelaskan gelelemung investasi ini terutama terjadi di sisi aplikasi AI—banyak startup muncul dengan janji ‘revolusioner’ lalu menghilang dalam hitungan bulan. Bayangkan: aplikasi belajar yang kamu download untuk anak kemarin, mungkin sudah tak ada besok. Tapi ini justru mengingatkan kita: keterampilan dasar anak jauh lebih berharga daripada alat terkini. Saat aplikasi lenyap, fondasi seperti rasa ingin tahu alami, kemampuan berpikir kritis, dan ketahanan emosional tetap menjadi teman seumur hidup mereka.
Lihatlah ke sekeliling: tahun lalu dana investasi AI tembus 100 miliar dolar, naik 80% dari tahun sebelumnya (seperti laporan Mintz). Namun bagi anak-anak, angka sebesar itu tak berarti apa-apa. Yang berarti hanyalah apakah hari ini kita mengajaknya bertanya ‘kenapa langit berawan?’ sambil menikmati es teh manis bersama, bukan sekadar membiarkan layar mengisi keheningan. Dalam pola asuh yang bijak, fokus pada keterampilan abadi ini justru lebih penting.
Belajar dari Gelembung Dot-com: Seperti Air Hujan yang Menyuburkan

Forbes mengingatkan kita akan kemiripan AI kini dengan gelembung dot-com tahun 2000 (artikel ini). Saat itu, banyak perusahaan ‘meledak’ hingga akhirnya hanya beberapa yang bertahan dan menciptakan internet seperti sekarang. Namun lucunya, anak-anak kita justru tak peduli dengan sejarah itu—mereka sibuk membangun istana pasir di taman.
Nah, di sinilah kebijaksanaan kita diuji: alih-alih khawatir aplikasi favorit anak akan hilang, ajaklah mereka memahami bagaimana teknologi bekerja melalui hal sederhana. Saat hujan turun, tanyakan ‘bagaimana menurutmu air hujan bisa jadi listrik?’. Percakapan spontan seperti ini melatih logika jauh lebih dalam daripada sekadar menghafal fitur aplikasi. Ingat, apa yang bertahan dari dot-com dulu bukanlah hype-nya, tapi fondasi kolaborasi dan kreativitas manusia. Tips pola asuh seperti ini membantu anak berkembang tanpa tergantung pada tren.
Cuaca Mendung yang Nyaman: Saatnya Keluar dari Layar

Hari ini mendung, suhu sejuk 26 derajat—sempurna untuk berjalan-jalan di taman tanpa khawatir kepanasan. Bukan tentang menolak teknologi, tapi menciptakan keseimbangan alami. Saat anak asyik menggambar di pasir atau mengejar kupu-kupu, di situlah otaknya belajar tentang dunia nyata: gravitasi saat bola menggelinding, empati saat temannya jatuh.
Cobalah ganti ‘waktu layar’ dengan ‘ritual analog’ kecil. Seperti jam 4 sore ini, ajak anak berdiskusi membuat origami bersama sambil minum jeruk hangat. Atau mainkan tebak-tebakan di meja makan: ‘Apa yang bisa berbicara tapi tak punya mulut?’. Ini bukan sekadar permainan—ini latihan keterampilan abadi yang tak akan pernah ‘burst’ oleh gelembung investasi mana pun. Dan percayalah, tawa kecil saat origami gagal justru lebih berkesan daripada notifikasi aplikasi. Tips pola asuh sederhana ini membangun fondasi kuat.
Membangun Fondasi Tak Terkalahkan: Dari Balok Kayu ke Percakapan Terbuka

Bingung mulai dari mana? Mulailah dengan tiga langkah kecil yang justru paling tahan uji waktu:
- Rayakan kegagalan kecil: Saat menara balok roboh, katakan ‘Wah keren! Sekarang kita tahu caranya memperbaiki’. Ini melatih ketahanan yang akan membawa mereka melewati segala perubahan.
- Ubah pertanyaan ‘bagaimana’ jadi ‘mengapa’: Alih-alih ‘Cara pakai aplikasi ini?’, tanyakan ‘Menurutmu mengapa alat ini bisa bekerja?’. Diskusi ini melahirkan pemikir kritis, bukan hanya pengguna pasif.
- Ciptakan ‘zona tanpa layar’: Misalnya, area makan siang hanya untuk cerita dan tepuk tangan. Di hari mendung seperti sekarang, ini jadi momen kebersamaan yang hangat.
Arison sendiri bilang gelembung investasi adalah hal wajar—beberapa perusahaan gagal, tapi yang lain justru bersinar luar biasa. Begitu pula dengan pola asuh: kita tak perlu takut mencoba, asalkan fondasinya adalah kepercayaan pada proses tumbuh anak. Di akhir hari, ketenangan melihat mereka tidur pulas setelah bermain di luar mengingatkan kita: jiwa yang siap beradaptasi dengan segala zaman takkan pernah retak oleh gelembung apa pun. Tips pola asuh ini membantu orangtua tetap tenang menghadapi perubahan.
