Kerja Tak Terlihat Ibu: Kekuatan yang Tak Pernah Kita Bicarakan

Lampu dapur menyala pagi buta, tangan ibu menyusun bekal

Pernah kah Anda memperhatikan saat dini hari lampu dapur sudah menyala, jauh sebelum alarm jam pertama berbunyi? Suatu pagi aku terbangun lebih awal, melihat istri menyusun bekal sekolah dengan gerakan cepat namun tetap lembut. Di tengah kesenyapan pagi, terdengar desahan kecil yang langsung ditutupinya dengan senyum ketika anak-anak muncul. Saat itulah aku sadar: ribuan momen seperti inilah yang membangun hari-hari kami.

Lapisan Kasih yang Tak Tampak

Ibu menyiapkan bekal, piring bertebaran, tapi matanya fokus

Tahukah Anda kalau pekerjaan ibu punya sistem lapisan? Bukan seperti rapi di buku catatan, tapi ruwet dalam kepala mereka. Mulai dari ingatan tanggal vaksin anak, detail alergi makanan, sampai grid lokasi toko mainan yang paling murah. Semua itu belarih-larih dalam pikiran sebelum jam makan siang tiba.

Anehnya, ibu bisa menemukan cara untuk menghirup kebahagiaan di tengah riuh ini. Memotong wortel bentuk bintang untuk sup ayam biasa saja. Menyisipkan catatan lucu di kotak bekal. Atau seperti saat itu—ketika anak rewel di mall, lalu tiba-tiba dari tasnya muncul mainan kecil yang entah sejak kapan disimpan rapi di sana.

Kita semua pernah merasakan kerja tak terlihat ibu ini, bukan? Bagaimana mereka seperti memiliki sistem GPS internal untuk menemukan kaus kaki yang hilang, atau ingatan tentang siapa yang membenci cornet keju di kelas anak. Sebuah operasi kompleks yang berjalan dalam diam.

Seni Menghibur yang Tak Terduga

Anak menempelkan gambar di kulkas, ibu menonton dengan senyum

Di hari ketika anak kami gagal lomba menggambar, istri mengajaknya membuat ‘pameran seni’ di dapur. Kertas-kertas coretan ditempel di kulkas dengan magnet buah-buahan. ‘Ini galeri spesial untuk karya spesial,’ katanya. Air mata langsung berubah jadi tawa.

Inilah jenis kemampuan menenangkan yang tidak masuk CV. Bagaimana ibu mampu mengubah air mata jadi lelucon, membuat kecewa jadi petualangan baru. Mereka punya katalog lengkap lagu pengantar tidur, cerita pengusir mimpi buruk, dan ratusan cara kreatif mengolah sisa sayuran di kulkas.

Sering aku bertanya-tanya—dan kenapa aku baru ngeh sekarang?—dari manakah sumber tenaga itu terisi? Saat semua orang sedang tidur, apakah mereka dengan diam-diam juga menyiapkan energi positif untuk besok? Mungkin jawabannya ada di rutinitas yang terus mereka lakukan—meski lelah, meski tidak dilihat.

Keserbagunaan ibu tak berhenti di dapur; kadang dia juga jadi ninja yang menaklukkan tengah malam.

Baru setelah sepi, di lorong gelap kulihat dia mengepalkan tangan sebentar—menguatkan diri.

Serpihan Keberanian yang Tak Disangka

Ibu memegang termometer, latar belakang lorong gelap

Ada satu momen yang tak bisa kulupakan. Saat anak sakit panas tinggi tengah malam, istri langsung bangun dan dengan tenang menyiapkan semua yang diperlukan. Tangannya yang biasa menggenggamku gemetar mencari termometer, tapi wajahnya tetap mantap menenangkan si kecil.

Inilah bentuk keberanian ibu yang jarang dibicarakan. Bukan hanya tentang menjadi pahlawan di situasi genting, tapi juga keberanian kecil untuk terus bangkit setiap hari. Bayangkan saja: mengatur rumah, bekerja, mengurus anak dan suami sekaligus menyembunyikan kelelahan itu di balik senyuman pagi.

Mungkin itulah yang perlu kita apresiasi lebih sering. Bukan semata hasilnya, tapi ribuan keputusan kecil yang mereka ambil di momen gak terlihat. Ketika memilih untuk tetap mendengar curhatan anak meski pekerjaan menumpuk. Atau menyisihkan waktu tidur untuk menyiapkan kejutan ulang tahun sederhana. Ya, kerjaan ibu memang kumpulan dari serpihan-serpihan keberanian semacam ini.

Peran Kita dalam Revolusi Diamnya

Ayah mencuci piring, sang anak mengeringkan, ibu duduk sejenak

Mari kita mulai menghitung ulang: bukan berapa banyak yang berhasil dilakukan orangtua, tapi berapa kali kita menawarkan tangannya. Kadang cukup dengan mengambil alih satu proses—misalnya, menjadi ahli lipat baju agar dia bisa menarik napas panjang. Atau menjadwalkan ‘hari kosong’ di kalendar, di mana dia tak perlu menjadi manajer rumah tangga.

Ketika kerja tak terlihat ibu mulai kita sadari, baru kita mengerti: rumah bukan cuma terang karena lampu. Rumah terang karena ada seseorang yang diam-diam menyalakan api kecil di tengah gelap, setiap hari, tanpa ijasah, tanpa ucapan terima kasih. Tugas kita kemudian sederhana—jangan biarkan api itu padam sendirian.

Keluarga berjalan di taman, matahari pagi menyinari wajah mereka

Jadi, jika besok pagi Anda melihat ibu anak-anak menata tas, mengingat jadwal, atau sekadar menyesap kopi sambil menunggu telur dadar matang, cobalah bisikkan satu kalimat: “Aku lihat, aku tahu, dan aku di sini.” Karena kerja tak terlihat ibu bukan hanya soal tenaga—ini soal cinta yang memilih untuk tetap berjalan, meski tak pernah berpawai.

Biar besok lampu dapur lagi menyala, kita yang nyalakan bersama.

Sumber: bacaan lebih lanjut

Posting Terbaru

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top