
Bayangkan rumah sudah kembali tenang. Setelah seharian penuh dengan tawa dan hiruk pikuk khas anak-anak, kita berdua duduk, berbagi cerita, merasakan kedamaian yang seringkali begitu langka.
Tadi pagi, saat sarapan, si kecil tiba-tiba bertanya, dengan mata berbinar penuh rasa ingin tahu, ‘Ayah, kok HP bisa tahu ya apa yang kita mau?’ Pertanyaan polos itu, Sayang, membuatku berpikir.
Di tengah investasi triliunan dolar yang terus kita baca di berita tentang AI, bagaimana kita bisa menjelaskan semua ini kepada mereka, dan kepada diri kita sendiri, tanpa merasa bingung?
Rasanya, keingintahuan alami itu adalah pintu masuk terbaik untuk memahami teknologi yang sebenarnya sudah begitu menyatu dalam kehidupan sehari-hari kita.
Kita harus memahami bahwa AI bukan hal yang misterius, tapi lebih seperti perangkat yang bisa kita cek bersama, dengan santai, sebagai bagian dari petualangan keluarga kita.
AI Sudah Ada di Sekitar Kita: Bukan Hanya Film Fiksi Ilmiah
Kamu tahu, Sayang, seringkali kita tidak sadar betapa banyak yang AI lakukan untuk kita setiap hari. Asisten virtual di ponsel kita yang membantu mengatur jadwal, aplikasi penerjemah yang memudahkan saat kita mencari resep masakan dari luar negeri, atau rekomendasi film di layanan streaming yang selalu tahu persis apa yang ingin kita tonton setelah seharian bekerja.
Semua itu adalah AI yang sudah jadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas kita.
Di balik layar, perusahaan-perusahaan itu membangun infrastruktur raksasa seperti pusat data, yang mungkin terdengar rumit, tapi sebenarnya hanya fondasi untuk semua layanan yang kita nikmati tanpa sadar.
Aku sering membayangkan AI seperti pemandu perjalanan yang selalu siap membantu, dari mencari rute ke sekolah hingga rekomendasi belanja.
Dari mencari rute tercepat ke sekolah hingga membantu kamu menemukan bahan makanan saat berbelanja online, AI ada di sana.
Kadang aku senyum sendiri, ingat waktu AI di aplikasi belanja merekomendasikan keripik kentang favorit kita, padahal kamu lagi mati-matian diet. Teknologi perlu diimbangi dengan pengalaman nyata, ya?
Itu hanya menunjukkan betapa personalnya AI dalam kehidupan kita.
Kreativitas Anak + AI = Petualangan Seru!
Melihat anak-anak kita berinteraksi dengan teknologi, rasanya seperti melihat masa depan di depan mata. Kita bisa lho, Sayang, mengajak mereka mengeksplorasi AI untuk hal-hal yang menyenangkan dan mendidik. Misalnya, dengan alat yang aman, mereka bisa mencoba menggambar cerita atau membuat lagu sederhana.
Itu bukan cuma melatih kreativitas, tapi juga mengenalkan mereka pada cara kerja teknologi ini dengan cara yang interaktif.
Tentu saja, kita berdua sering membahas pentingnya batasan yang jelas, seperti ‘waktu smartphone hanya boleh di hari Sabtu sore’. Itu penting agar mereka tetap punya waktu untuk bermain di luar, membaca buku, dan berinteraksi langsung.
Pernah juga kan, waktu si kecil minta AI menggambar anjing bersayap, Hasilnya malah jadi tiga anjing, bukan yang bersayap! Kita tertawa terbahak-bahak dan kamu bilang, ‘Nak, kreativitas itu memang tak perlu sempurna, justru di situlah uniknya!’
Momen-momen seperti itu yang membuatku sadar, kita tidak hanya mengajari mereka tentang teknologi, tapi juga tentang nilai-nilai kehidupan.
Belajar Bersama, Tanpa Harus Jadi Ahli Teknologi
Bagiku, Sayang, peran kita sebagai orang tua di era digital ini bukan harus jadi pakar teknologi. Justru, yang paling penting adalah menjadi pendamping. Ketika anak-anak bertanya sesuatu yang kita tidak tahu jawabannya, kalimat ‘Ayo kita cari tahu bersama’ jauh lebih berharga daripada jawaban sempurna yang mungkin kita tidak punya.
Aku sering mengibaratkan AI seperti peta perjalanan: dia membantu kita mencari jalan terbaik, memberikan informasi, tapi kita tetap yang memegang kemudi.
Kita yang memutuskan ke mana akan pergi dan bagaimana caranya. Kita bisa mencoba aktivitas keluarga sederhana, seperti melatih AI dengan pertanyaan-pertanyaan kecil untuk memahami bagaimana logikanya bekerja. Itu bisa jadi permainan yang mendidik.
Dan ingat waktu si kecil tanya ‘apa warna kabut?’ dan AI malah kasih data ilmiah tentang partikel air? Kamu cuma senyum sambil bilang, ‘Sudah, Nak, besok pagi kita lihat langsung saja di luar, ya?’
Rasanya, itu adalah esensi kebijaksanaan: tahu kapan harus mengandalkan teknologi, dan kapan harus kembali ke pengalaman nyata.
Kita berdua, dengan segala kekuatan dan keterbatasan kita, adalah ‘peta’ terbaik bagi mereka, kan?
Sumber: Economic Times, 17 September 2025
