
Bayangkan saja, sayang, setelah semua keramaian hari ini mereda… Kita duduk berdua, menikmati secangkir teh hangat. Tiba-tiba, teringat lagi celotehan si kecil tadi siang: “Ayah, Bunda, kenapa sih lampu ini bisa nyala cuma disentuh?” atau “Kok Om Google tahu semua jawabannya?”
Matanya berbinar penuh rasa ingin tahu, jarinya menunjuk-nunjuk remote TV atau tablet yang tergeletak.
Baru saja tadi pagi, aku merenung tentang betapa pertanyaan ‘mengapa’ anak-anak terhadap teknologi sehari-hari adalah fondasi penting untuk membangun kecintaan belajar seumur hidup.
Matanya penuh semangat saat bertanya, dan aku ingat saat itu kita saling berpandangan, mengakui bahwa di tengah kesibukan kerja dan urusan rumah, kita sangat mudah melewatkan momen-momen berharga ini.
Tapi inilah saatnya untuk merenung: bagaimana kita bisa mengubah setiap pertanyaan itu menjadi kesempatan untuk tumbuh bersama, tanpa harus merasa terburu-buru atau terbebani?
Mari kita bicarakan pelan-pelan, sebagaimana kita sering lakukan saat menghadapi tantangan keluarga.
Mengubah Pertanyaan Menjadi Petualangan Bersama
Terkadang, yang dibutuhkan hanya jeda sejenak. Aku sering melihatmu, Sayang, meskipun sibuk dengan pekerjaan atau urusan rumah, selalu menyempatkan diri untuk berhenti dan mendengarkan.
Saat si kecil bertanya tentang bagaimana oven bekerja, kamu tidak langsung memberi jawaban singkat. Kamu mengajaknya melihat, mencoba memahami bersama, bahkan kadang sampai membuka buku resep lama untuk mencari tahu. Itu bukan sekadar menjawab, tapi membangun sebuah jembatan.
Aku belajar darimu, untuk bertanya balik dengan lembut, “Wah, pertanyaan bagus! Apa kita cari tahu bersama?” atau “Menurutmu, kenapa ya bisa begitu?” Ini bukan tentang kita harus tahu segalanya, tapi tentang menunjukkan bahwa proses mencari tahu itu sendiri adalah sebuah petualangan yang menyenangkan.
Biarkan mereka tahu bahwa rasa ingin tahu itu adalah anugerah, sebuah kekuatan yang akan membimbing mereka seumur hidup.
Kita tidak perlu menemukan seluruh harta karun sekaligus. Cukup satu langkah, lalu langkah berikutnya. Mungkin dengan mencari di internet, mungkin bertanya pada kakek yang lebih tahu, atau bahkan mencoba membongkar mainan lama (tentu saja yang sudah rusak, ya!) untuk melihat isinya. Proses ini mengajarkan kesabaran dan ketekunan, sekaligus mempererat ikatan kita.
Dan yang terpenting, menghargai setiap ‘mengapa’ tanpa tekanan untuk menemukan jawaban sempurna. Aku melihatmu melakukannya dengan sangat baik, Sayang. Kamu menciptakan ruang di mana pertanyaan apa pun disambut dengan senyum, bukan kerutan dahi.
Kadang, pertanyaan ‘mengapa’ itu memang seperti permainan kentang panas, ya? Satu dijawab, lima pertanyaan baru muncul! Kita hanya bisa tersenyum dan saling pandang, “Giliranmu, Sayang!” Tapi di balik tawa itu, ada kebanggaan melihat pikiran mereka yang terus berkembang.
Ketika ‘Tidak Tahu’ Bukanlah Akhir
Sayang, kamu selalu punya cara unik untuk menghadapi ketidaktahuan kita sebagai orang tua. Ingat waktu si kecil bertanya tentang bagaimana masuk ke aplikasi YouTube, dan kita tidak tahu jawabannya? Alih-alih pura-pura tahu, kamu justru membuka ‘Gimana ya caranya?’–dan bersama-sama mencari tahu.
Aku melihatmu mengajarkannya bahwa tidak masalah jika kita tidak memiliki semua jawaban. Yang terpenting adalah keterbukaan untuk belajar, dan kesediaan untuk mencari menjalani prosesnya. Di Indonesia, kita punya kebiasaan untuk saling membantu, ya. Seperti saat kita tidak tahu cara memperbaiki sesuatu, kita akan bertanya pada tetangga yang lebih ahli, atau teman di kantor yang mengerti teknologi.
Ini merupakan lingkungan yang terus berkembang dan saling mendukung. Setiap kali kita memilih mengakui ‘saya tidak tahu, mari cari tahu bersama’, kita sedang memupuk kepercayaan diri mereka bahwa dunia ini penuh dengan orang baik yang mau berbagi ilmu.
Aku tahu kamu selalu memastikan anak-anak merasa nyaman untuk bertanya, tanpa sedikit pun rasa malu. Itu karena kamu sendiri tahu bagaimana rasanya butuh bantuan dan ingin dihargai. Ini adalah kebajikan yang luar biasa, Sayang.
Memanfaatkan AI: Sahabat Baru dalam Petualangan Digital Anak
Di era digital ini, ‘tidak tahu’ bukan lagi penghalang, Sayang. Justru, itu bisa menjadi pintu gerbang menuju petualangan baru, apalagi dengan adanya AI. Aku sering membayangkan bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi ini.
Bayangkan saja, si kecil bertanya, “Bunda, kenapa langit biru?” Alih-alih langsung menjawab, kita bisa mengajaknya membuka aplikasi AI untuk stimulasi anak bertanya. Bersama-sama, kita ketikkan pertanyaan itu, dan lihat bagaimana AI menyajikan jawabannya dalam bahasa yang mudah dimengerti, bahkan mungkin dengan gambar atau video sederhana. Ini adalah tips mengasah rasa ingin tahu anak dengan AI yang sangat efektif.
Kita tidak hanya memberi jawaban, tapi juga menunjukkan cara jadikan pertanyaan anak petualangan digital. Anak-anak akan melihat bagaimana teknologi bisa menjadi alat yang luar biasa untuk belajar. Ini bukan menggantikan peran kita sebagai orang tua, melainkan memperkaya interaksi kita.
Kita bisa bertanya balik pada AI, “Apa lagi yang menarik tentang langit biru?” atau “Bisakah kita coba pertanyaan lain tentang alam semesta?” Ini melatih anak untuk berpikir kritis dan mengajukan pertanyaan lanjutan. Digital parenting mengasah rasa ingin tahu dengan AI berarti kita menunjukkan bahwa belajar itu interaktif, tanpa batas, dan selalu ada hal baru untuk dijelajahi.
Yang terpenting adalah komunikasi terbuka di dalam keluarga sangatlah penting, karena hubungan yang sehat antara anak-anak dengan teknologi dimulai dari orangtua.
Membangun Kepercayaan pada Proses
Melihatmu, Sayang, kembali mengajar aku arti ketahanan. Ketika si kecil putus asa karena proses membuat karya seni digital mereka tidak sesuai harapan, kamu tidak langsung memperbaikinya. Kamu menggeser tubuhnya menghadap ke jendela, menunjukkan awan yang bergerak, lalu berkata, ‘Lihat, daripada khawatir tentang hasilnya, mari lihat perubahan yang terjadi.’ Sesuatu yang sederhana, tapi begitu dalam maknanya.
Di tengah tekanan dunia kerja saat ini, di mana segalanya harus cepat dan efisien, kita sering kali lupa bahwa bagi anak-anak, proses belajar adalah jalan yang penuh kejutan. Di Indonesia, kita punya pepatah ‘lambat-lambat asal selamat’. Bagaimana mungkin kita mengajarkan hal ini kepada mereka jika kita sendiri buru-buru dengan pekerjaan rumah atau selesai rapat?
Aku melihatmu, Sayang, saat menghadapi proyek yang menumpuk, selalu menyempatkan waktu untuk duduk dan bermain bersama, sambil menanya-nanya tentang apa yang mereka pelajari hari ini. Hal itu mengajarkan mereka bahwa setiap detik yang dihabiskan untuk mengeksplorasi dunia mereka, sekecil apa pun, adalah waktu yang berharga.
Ini mungkin tidak terlihat di laporan tahunan perusahaan, tapi dalam benak si kecil, setiap hari mereka merasa didukung dan dihargai. Aku sungguh kagum padamu, sayang.
Saling Mendukung sebagai Tim
Sebagai pasangan yang bekerja, seringkali kita merasa terbebani dengan tugas masing-masing. Tapi saat menghadapi pertanyaan ‘mengapa’ si kecil, kita justru saling mengisi. Ingat ketika pekerjaanmu sedang menumpuk dan si kecil bertanya tentang seorang ilmuwan atau fenomena alam yang rumit? Kamu tetap sadar untuk mengintip ruang lain, mengambil gelas air dan bergantian menjawabnya.
Aku teringat ketika itu si kecil bertanya dengan sangat gembira, ‘Nanti bisa jadi dokter kah, Bang?’ dan kamu menjawab, ‘Kakak tertarik dengan proses penyembuhan, ya? Mari cari tahu arti kata ‘virus’ bersama.’ Sementara itu, aku mengambil alih tugas makan malam, sambil berbisik kepadamu, ‘Jangan buru-buru, kita bisa belajar itu bersama sambil makan.’
Di Indonesia, nilai gotong royong telah menjadi acuan kita dalam menghadapi rutinitas. Setiap kali kita menjadikan ‘apapun pertanyaannya, mari cari tahu bersama’, kita memperkuat kerja sama rumah tangga yang kental dan memberi contoh bagi anak-anak. Kamu selalu menunjukkan cara berbagi tanggung jawab dengan lembut: saat aku lelah, kamu mengambil alih pertanyaan anak; saat kamu sibuk, aku merangkul mereka. Ini bukan cuma bagaimana membesarkan anak, tapi bagaimana membangun ikatan sebagai suami-istri yang berjalan seiring.
Saat kami mencoba AI untuk eksplorasi astronomi bersama si kecil, ilmu yang sebelumnya rumit jadi menyenangkan.
