Sekolah & Teknologi: Orang Tua Hadapi Masa Depan Belajar Anak

Sekolah & Teknologi: Orang Tua Hadapi Masa Depan Belajar Anak

Orang tua dan anak usia 7 tahun berdiskusi aturan tablet sambil menikmati kimchi stew di meja makan

Guru & Teknologi: Orang Tua Perlu Tahu Tentang AI di Sekolah

Pernah membayangkan bagaimana putra-putri kita akan mengerjakan tugas sekolah lima tahun lagi? Seperti yang terjadi di Manitoba, para pendidik sedang bergulat dengan pertanyaan serupa sembari menyusun panduan penggunaan alat digital di kelas. Diskusi tentang AI pendidikan ini tentang membangun fondasi etika yang kokoh.

Bagi saya sebagai orangtua, ini memicu refleksi tentang batasan waktu antara kehidupan digital dan dunia nyata yang harus kami ajarkan kepada anak usia 7 tahun. Seperti kemarin, begitu pulang sekolah dan menempuh jalan 100 meter ke rumah, putri saya langsung meraih tablet. Kami pun berdiskusi: “Berapa lama waktu tablet hari ini, Nak?”

Pertanyaan-pertanyaan ini mengalir dari refleksi harian kami. Apa yang benar-benar penting bagi anak kita pelajari hari ini? Bagaimana kita memastikan teknologi menjadi alat bantu, bukan pengganti keterampilan dasar? Apa yang akan terjadi jika kita terlalu ketat atau terlalu longgar? Dan yang paling menggugah: bagaimana kita menjaga keseimbangan antara keinginan untuk melindungi dan memberi kebebasan?

Siaran Pers Bersama Keluarga

Saat menyantap kimchi stew buatan sendiri yang disajikan dengan roti gandum khas Kanada, kami menggunakan momen makan bersama untuk membicarakan batasan waktu tablet. “Dua jam di sekolah, lalu satu jam untuk bermain di luar, baru boleh tablet 30 menit,” begitu kesepakatan yang kami susun bersama. Diskusi ini tidak hanya tentang aturan, tetapi juga tentang kepercayaan; kami ajarkan bahwa teknologi hadir untuk melengkapi, bukan menggantikan, interaksi langsung dengan dunia sekitar.

Kreativitas di Tengah Gelombang Digital

Banyak orangtua khawatir anak-anak kehilangan keterampilan berpikir kritis di era AI. Padahal, jika dikelola dengan bijak, alat digital justru bisa menjadi pemicu imajinasi. Anak saya misalnya, mulai bereksperimen membuat cerita pendek berbantuan AI setelah belajar dasar-dasar menulis di sekolah. Yang terpenting adalah kami selalu duduk bersama, membahas ide-ide yang muncul, dan memastikan dia tetap menjadi “pemimpin” dalam proses kreatif tersebut.

Sebagai orangtua, saya yakin kunci utamanya ada pada keseimbangan. Bukan sekadar larangan, tetapi membimbing anak memahami kapan teknologi bermanfaat dan kapan kita perlu kembali ke hal-hal sederhana seperti bermain di taman atau membuat prakarya dari kardus bekas. Di sinilah nilai-nilai seperti kesabaran dan kerjasama keluarga benar-benar terasah.

Membangun Kepercayaan Melalui Komunikasi Terbuka

Salah satu kesalahan terbesar yang sering saya lihat adalah orangtua yang terlalu fokus pada pembatasan tanpa menjelaskan “mengapa”. Padahal, anak-anak usia SD kelas 1 sudah mampu memahami argumen sederhana. Cobalah ajak mereka berdiskusi: “Menurutmu, apa yang terjadi jika kita terlalu lama menatap layar?” atau “Bagaimana rasanya ketika kita bermain di luar tanpa gadget?”. Jawaban-jawaban spontan ini menjadi bahan refleksi berharga untuk menyusun kesepakatan bersama.

Intinya, kita tidak perlu menjadi ahli teknologi untuk membimbing anak. Cukup hadir, dengarkan, dan ajak mereka berpikir kritis. Setiap hari, kami menyempatkan waktu 15 menit sambil berjalan ke taman terdekat untuk berbicara tentang hal-hal kecil: dari proyek sekolah hari itu hingga perasaan saat melihat teman kesulitan menggunakan aplikasi baru. Dalam perbincangan santai ini, nilai-nilai seperti empati dan tanggung jawab secara alami tertanam.

Ingat, tujuan kita bukan melahirkan generasi yang takut teknologi, tetapi menyiapkan anak-anak yang mampu menggunakan teknologi sebagai alat untuk membangun dunia yang lebih baik. Setiap batasan yang kita tetapkan hari ini adalah fondasi untuk kemandirian mereka di masa depan.

Sumber

[{“title”:”Manitoba educators consider appropriate, ethical AI use as policies develop”,”url”:”https://www.cbc.ca/news/c…”}]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top