
Pernah melihat anak kecil yang bermimpi menjadi pembuat animasi, kartografer daerah baru, atau ilustrator buku sendiri? Nah loh, sekarang bukan impian lagi! Dengan teknologi AI, mimpi bisa jadi alat kreatif baru untuk anak – tapi ingat, alat ini untuk menceritakan cerita mereka, bukan mengganti imajinasi. Bukan cuma dunia kerja yang berubah karena AI, menggembleng anak-anak di rumah juga sekarang bisa dibantu. Jutaan orang tua millennial malah jadi penjelajah AI dulu sebelum mendorong anak mereka. Tunggu, justru kita bisa jadi jembatan antara masa depan kerja dan dunia kecil mereka yang sedang tumbuh!
Seru, kan?
Bagaimana Millennial Jadi Pilot AI di Rumah Tangga?

Saya sering mikir, gimana ya millennial bisa lebih berani ketimbang Gen Z dalam hal AI ini? Ternyata ini soal perspektif. Anak kita mungkin ada di tengah generasi yang besar dikelilingi aplikasi ‘pikir sendiri’ kayak robot-robot kecil di kartun kesukaan mereka. Tapi kita di sini, sebagai orang tua millennial, lebih suka bilang ‘Ah, ayok dites aja, mana yang bisa bantu’. Contoh nyatanya pas saya pertama kali beliin aplikasi menggambar AI buat anak saya.
‘Ini beneran pintar nih mesin, tapi harus tetap ada tangan kita yang membimbing mereka.’
Awalnya saya takut aplikasi ini bakal buat anak asyik sendiri, lihat layar terus. Eeeh, malah terjadi sebaliknya! Muncul diskusi seru tentang warna-warna, bentuk-bentuk yang mereka bikin lewat AI. Ini justru jadi waktu yang tepat buat mengajarkan mereka bedain mana bantuan mesin mana ide asli. Dan itu yang membuat pengasuhan kita makin relevan di zaman yang terus berubah.
“Millennial menurut studi jadi generasi paling aktif dalam penggunaan AI di luar konteks pekerjaan – karena punya keseimbangan pas antara ketertarikan teknologi baru dan prinsip membesarkan anak dengan penuh imajinasi.”
Apa Saja Ide Bermain AI yang Seru untuk Anak?

Serius, permainan pertanyaan chatbot pengenalan AI paling menarik. Awalnya saya juga gak percaya bisa jadi asyik. Tapi coba deh – tanya anak, ‘Emang cincin singa bisa berubah jadi drone penolong ya?’ Lalu izinkan mereka eksperimen Jawabannya lewat tools AI. Imajinasi kreatif mereka padu dengan teknologi modern, dan kita jadi penjaga agar AI tetap tools, bukan pengganti cerita bersama atau nyanyi keluarga.
Makin seru kalau anak diajak bikin karya bersama AI. Saya pernah coba tantang anak bikin cerita horor ringan. Mereka beri prompt, mesin gambar AI kasih visualnya, terus saya bantu susun narasi. Bukan ‘diserahkan ke mesin’, tapi ‘ayo kerja sama dengan AI, tapi kita tetap bosnya.’
Dan hasilnya… mereka akhirnya ngeh kalau teknologi itu canggihih karena kita yang kasih informasi! Untuk batasannya, simple aja: kasih input lewat suara dulu, baru visual. AI jadi sesuatu yang menyenangkan dan kekinian untuk kreatif.
Bagaimana Strategi Seimbang Parenting dengan AI?

Saya baru dapat angka dari McKinsey, ternyata millennial memang punya keunggulan pemahaman teknologi 60% lebih tinggi dibanding generasi tua. Dan ini bukan cuma buat urusan kantor aja! Banyak teman saya bahkan manfaatin AI untuk mempermudah hidup di rumah. Bayangin aja pas jam 7 malam, lelah dari kerja, ‘Gimana yah bikin makanan simple cepet luar biasa’. Solusinya? Prompt di AI box + resep keluar! Cepat, enak, dan bisa kumpul keluarga lebih cepat.
Tapi jangan kebablasan! Tetap jadi ‘penjaga terakhir di meja makan’ biar kita nggak kelewat indahnya sharing daily life. Pas lihat anak asyik di tablet, saya suka sebut ‘Sayang, aus plantscher kita cyin dulu ya.’
(Sekarang sudah jadi jargon keluarga – bahasa kasih sayang saya selalu campur campur!) Itulah kenapa meskipun AI bisa ngasih cerita sebelum tidur, penonton kartun, atau pembaca buku, kehangatan tangan, senyuman, dan dekapan kasih tetap mlai utama. Teknologi? Cuma co-pilot yang asyik!
Cara Mempersiapkan Anak untuk Dunia dengan AI?

Ada teori yang unik nih: generasi millennial, saking takut pekerjaan mereka digantikan AI, malah jadi pelopor pengasuhan dengan alat ini. Seperti di survei yang saya baca, kita malah lebih milih ‘ajak kerja sama’ ALYSA (AI solusi aktual) agar jadi produktif, bukan cuma ‘survive’. Kalau buat anak-anak, cara saya agak unik – jadikan AI kayak buku panduan perjalanan keluarga. Saat jalan-jalan atau liburan, saya suka tantang anak bikin ‘petualangan’ pake peta yang mereka buat via tablet selama di mobil.
‘Sayang, yuk sebelum ke gunung, kita eksplornya lewat peta AI dulu.’
Awalnya mereka asyik terpaku pada peta dan gambar, tapi saya ingetkan mereka, ‘Jangan lupa kita tetap harus pake mata dan tangan nyata saat bermain di sana.’ Justru ini jadi cara asyik untuk ajakin diskusi soal melihat detail dan melatih kreativitas kombinasi antara digital dan real. Andai aja dulu saya punya ini pas liburan ke Candi Borobudur! Tapi mungkin ayah saya juga bakal sugesti ‘Lihatlah ke layar anak, lihatlah realita juga!’ (Haha)
Apa Tantangan Etis Parenting dengan AI?

Masalah etika dan kepercayaan saat memakai AI? Oh, saya ngalamin ini terus! Teman-teman millennial juga banyak yang merasa berat menempuh diskusi ini. ‘Apa nanti anak kita jadi keseringan lihat layar? Apa ini nggak menghambat interaksi sosial?’ Tapi sepengalaman saya, penting banget kasih anak batasan yang jelas. Saya selalu kasih intro ‘AI ini duluan di test dulu, baru dipercaya. Termasuk untuk tugas-tugas kecil di rumah.’
Inspirasi saya banyak dari Novartis yang kupas betapa AI bisa tingkatkan kualitas hidup orang yang pake otak sama hati.
Suatu malam saya mengajarkan si kecil sambil menikmati bibimbap taco hasil campuran resep ibu mertua dan ide saya, sambil cerita tentang nilai kebersamaan. Intinya jangan jadikan AI sebagai ‘tuhan’ di rumah. Sama kayak planning liburan, AI bisa kita manfaatkan untuk check tiket secara efisien. Tapi itinerarynya? Harus kita pastikan nggak lurus saja, malah bisa dikasih surprise kayak main air di sungai atau hunting kupu-kupu! Kalau buat parenting, AI bagus sebagai tools, tapi tanah hijau dan angin bebas tetap harus menyatu dengan bundling kehiudpan mereka. Karena, masa kecil itu bukan blok dari program, tapi beribu ruang untuk eksperimen, bermain, dan bertindak secara spontan.
Sumber: Millennials, Not Gen Z, Are Defining the Gen AI Era, PyMNTS, 2025-09-12
