
Pernah lihat anak begitu fokus dengan layar tablet, sampai lupa waktu? Matanya berbinar-binar, jari kecilnya lincah menyentuh layar. Tapi di balik keceriaan itu, ada kekhawatiran yang selalu menggelayut di hati kita para orang tua. Apa yang mereka lihat? Siapa yang mereka temui? Konten apa yang tanpa sengaja mereka klik?
Mulai dengan Komunikasi Terbuka
Kalau anak nemu konten nggak pantas di internet, pasti kita para orang tua langsung khawatir, kan? Tapi larangan total bukan solusinya. Justru, yang paling penting adalah menciptakan ruang aman untuk mereka bercerita. ‘Nak, kalau nemu sesuatu yang bikin tidak nyaman, cerita ya ke Mama/Papa.’ Kalimat sederhana itu bisa jadi penyelamat.
Nah, program Tangkas Berinternet dari Google ini bisa jadi panduan praktis buat kita. Mereka menyediakan materi yang mudah dipahami, bahkan untuk anak-anak. Yang penting, kita para orang tua juga mau belajar bersama mereka.
Ajarkan ‘Stop, Think, Act’ Sebelum Klik
Gimana ya cara ngajarin anak buat bikin password yang kuat dan nggak gampang ditebak? Mulailah dari hal sederhana. Ajarkan mereka untuk selalu berhenti sejenak sebelum mengklik sesuatu. ‘Stop, think, act’ – konsep yang sama seperti mengecek kanan-kiri sebelum menyebrang.
Aku selalu ingetin anak buat ngecek pengirim email dulu sebelum klik. Bahkan untuk iklan yang terlihat menarik sekalipun. Mereka perlu memahami bahwa tidak semua yang terlihat baik di internet memang baik adanya.
Manfaatkan Fitur Pengawasan
Fitur Pengawasan di Instagram bantu orang tua ngawin perilaku anak di media sosial. Tapi ingat, pengawasan bukan berarti mengekang. Jelaskan pada anak bahwa ini bentuk perlindungan, bukan ketidakpercayaan.
Literasi digital bukan cuma bisa operin gadget, tapi juga bisa milah informasi yang bermanfaat dan yang berbahaya.
Anakku kadang nemu iklan mencurigakan, untung dia cerita ke aku. Itu karena kita sudah membangun kepercayaan sejak awal.
Kolaborasi dengan Pasangan
Aku dan suami/istri saling ingetin soal aplikasi baru yang anak unduh. Kerja sama antara orang tua sangat penting. Jangan sampai ada gap pengetahuan antara satu dan lainnya.
Wah, 51% orang tua khawatir meningkat soal keamanan online anak selama pandemi. Tapi kekhawatiran itu bisa kita ubah menjadi tindakan nyata. Dengan komunikasi yang baik dan tools yang tepat, kita bisa menciptakan lingkungan digital yang aman untuk anak-anak.
Membangun Rumah yang Aman untuk Bercerita
Bikin rumah yang aman buat anak cerita tentang pengalaman online mereka itu penting. Jangan sampai mereka takut bercerita karena takut dimarahi. Justru, ketika mereka jujur, itu adalah kesempatan emas untuk mengajarkan nilai-nilai keamanan digital.
Lihat anakku asyik banget main tablet, tapi sekarang aku sudah lebih tenang. Karena tahu bahwa mereka punya bekal yang cukup untuk menghadapi dunia digital. Bekal yang kita berikan bersama, dengan penuh kesabaran dan pengertian.
Di akhir hari, yang paling berharga adalah melihat mereka tumbuh dengan bijak menggunakan teknologi. Bukan cuma diajarkan, tapi ditemani. Bukan ditakuti, tapi dibimbing dengan hati. Itulah warisan terbaik yang kita berikan di era digital—rasa aman yang tumbuh dari pengertian.
Source: Regulators’ Call Spurs Wide-Ranging Comments on Payments Fraud, Pymnts, 2025-09-23