
Pernah nggak sih, melihat anak asyik main Roblox atau Minecraft sampai lupa waktu, lalu hati kita campur aduk antara khawatir dan takut mereka ketinggalan zaman? Aku juga merasakan itu. Tapi kemudian kulihat caramu duduk di samping mereka, tidak melarang tapi menemani, bertanya ‘ini lagi bangun apa?’ sambil tersenyum. Dan di situlah, di antara byte dan piksel, kita justru menemukan cara baru untuk tetap dekat.
Dari Kekhawatiran Menjadi Kolaborasi
Anak main game online terus memang bikin hati was-was, ya? Apalagi kalau dengar cerita soal konten negatif yang mungkin muncul. Tapi coba kita ingat-ingat lagi—dulu kita juga pernah dibilang ‘terlalu banyak baca komik’ atau ‘nonton TV terus’. Dunia mereka memang berbeda, tapi rasa ingin tahunya sama.
Yang berubah cara kita menyikapinya. Daripada larang-larang, coba duduk saja di samping mereka. Tanyakan ‘karakter favoritnya siapa?’ atau ‘levelnya sudah sampai mana?’. Dari situ percakapan akan mengalir sendiri, dan kita bisa tahu apa yang sebenarnya mereka mainkan.
Memilih Mainan Edukatif yang Tepat
Screen time 3-4 jam sehari memang bikin bingung, ya? Di satu sisi ada yang bilang bagus untuk kognitif, di sisi lain kita khawatir kebanyakan layar. Kuncinya mungkin di pemilihan kontennya.
Coba perhatikan—game seperti Minecraft atau aplikasi gambar kolaborasi dengan AI ternyata bisa melatih daya ingat dan imajinasi. Mereka belajar merencanakan, memecahkan masalah, bahkan berbahasa Inggris tanpa sadar. Seperti waktu kita dulu main monopoli atau puzzle, hanya medianya yang berbeda.
Tipsnya? Pilih yang interaktif dan bisa dimainkan bersama. Jadi bukan hanya anak yang main, tapi kita juga bisa terlibat.
Digital Parenting yang Hangat
Digital parenting itu sebenarnya sederhana saja: hadir dan terlibat. Bukan soal mengawasi setiap detik, tapi tentang menjadi teman bermain mereka di dunia digital.
Aku perhatikan caramu mengatur waktu—setelah 1 jam main gadget, ajak mereka keluar atau baca buku bersama. Atau membuat kesepakatan: ‘kalau sudah selesai level ini, kita matikan dulu ya?’.
Yang paling berkesan justru saat kita tertawa bersama melihat hasil gambar AI yang lucu atau bangunan di Minecraft yang agak aneh bentuknya. Di situlah teknologi bukan lagi pemisah, tapi jembatan.
Bermain yang Tidak Membosankan
Anak-anak sekarang memang pinter banget urusan teknologi, ya? Kadang sampai bikin kita merasa ketinggalan. Tapi justru itu kesempatan emas untuk belajar bersama mereka.
Coba minta mereka ‘mengajarkan’ kita cara main game favoritnya. Atau kolaborasi gambar dengan AI—kita yang kasih ide, mereka yang eksekusi. Seru banget ternyata, dan hubungan jadi makin dekat.
Yang penting, jangan lupa selingi dengan permainan offline juga. Teknologi itu alat, bukan pengganti kehangatan pelukan dan cerita sebelum tidur.
Kehangatan yang Tetap Abadi
Di akhir hari, setelah semua gadget dimatikan dan layar menjadi gelap, yang tersisa adalah kita—keluarga yang tetap bercerita, tetap tertawa, tetap berimajinasi bersama.
Teknologi akan terus berkembang, tapi pelukan hangat dan tawa bersama tidak akan pernah tergantikan. Yang kita perlukan hanya keberanian untuk mencoba, kesabaran untuk memahami, dan keinginan untuk tetap hadir di setiap momen mereka.
Mungkin besok akan ada aplikasi baru, game baru, tantangan baru. Tapi selama kita tetap duduk di samping mereka—bertanya, tertawa, dan belajar bersama—maka teknologi akan selalu menjadi teman, bukan musuh.
Sumber: Apple’s Image Playground might be about to get a Nano Banana boost, Techradar, 2025-09-23