
Pernah nggak, saat melihat anak asyik bermain gadget, tiba-tiba hati ini merasa was-was? Aku sering merasakan itu. Di satu sisi senang melihat mereka belajar hal baru, tapi di sisi lain ada kekhawatiran yang terus mengganggu—bagaimana jika mereka tanpa sengaja menemukan konten yang tidak pantas? Sebagai orang tua di era digital, rasanya kayak jaga anak di taman bermain raksasa, tapi kita nggak mungkin bisa awasin setiap pojokan.
Mulai dari Percakapan Sederhana

Hal pertama yang kuperhatikan adalah pentingnya komunikasi terbuka. Bukan dengan nada menggurui, tapi seperti obrolan santai antara orang tua dan anak. Aku belajar bahwa anak-anak justru lebih menerima ketika kita berbicara sebagai teman, bukan sebagai polisi internet.
Coba mulai dengan pertanyaan sederhana: ‘Hari ini nemu video apa yang seru di YouTube?’ atau ‘Ada game baru yang lagi spain?’ Dari situ, kita bisa perlahan mengenalkan konsep keamanan digital. Yang penting, jangan sampai mereka merasa diawasi, tapi merasa didampingi.
Yang penting, biar mereka ngerasa punya temen, bukan polisi internet!
Aku melihat bagaimana pendekatan ini membuat anak lebih terbuka bercerita ketika menemukan sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman di internet. Itu jauh lebih efektif daripada sekadar memasang aplikasi pengawasan tanpa penjelasan.
Aplikasi yang Bisa Menjadi Partner Orang Tua

Sebagai orang tua yang juga sibuk bekerja, aku mengerti bahwa kita tidak bisa 24 jam mengawasi anak. Di sinilah teknologi bisa menjadi partner yang membantu. Beberapa aplikasi parental control ternyata cukup efektif, tapi pilih yang sesuai dengan usia anak.
Untuk anak kecil, aplikasi yang menyaring konten otomatis sangat membantu. Tapi untuk remaja, mungkin lebih baik menggunakan aplikasi yang memberikan laporan aktivitas tanpa terlalu membatasi. Yang penting, tetap diskusikan dengan anak tentang penggunaan aplikasi ini—biarkan mereka memahami bahwa ini untuk keselamatan mereka, bukan karena tidak percaya.
Aku perhatikan, ketika anak dilibatkan dalam pemilihan aplikasi keamanan, mereka justru lebih kooperatif. Seperti kita punya kesepakatan bersama, bukan aturan sepihak dari orang tua.
Privasi Online: Pelajaran yang Sering Terlupakan

Salah satu kekhawatiran terbesarku adalah bagaimana anak memahami konsep privasi di dunia digital. Aku melihat banyak orang tua—termasuk awalnya aku sendiri—lupa mengajarkan hal ini. Padahal, ini sama pentingnya dengan mengajarkan mereka tidak boleh berbicara dengan orang asing.
Mulailah dengan hal sederhana: jangan bagikan informasi pribadi seperti alamat rumah, nama sekolah, atau jadwal kegiatan. Ajarkan juga untuk tidak mudah percaya dengan orang yang baru dikenal online, meskipun terlihat ramah.
Yang menyentuh hatiku adalah ketika suatu hari anakku bercerita: ‘Aku bilang nggak boleh kasih tau alamat ke orang yang nggak dikenal, kayak yang papa ajarin.’ Rasanya lega sekaligus bangga, karena pelajaran kecil itu ternyata mereka serap dengan baik.
Bayangin, perasaan lega dan bangga itu—kayak nemu harta karun di tengah kekhawatiran kita sebagai orang tua!
