Ketika Anak Lebih Curhat ke AI: Pelajaran Lembut dari Pengasuhan di Era Digital

Dia duduk di sudru sofa, memandangi anaknya yang asyik berbicara dengan aplikasi AI di tabletnya. Ada senyum kecil di wajahnya, tapi matanya menyimpan pertanyaan yang sama dengan kita semua: ‘Gimana ya ngasuh anak di era yang serba canggih begini?’ Aku memperhatikannya dari balik pintu, merasakan kekhawatiran yang sama. Bukan tentang teknologi semata, tapi tentang bagaimana kita tetap menjadi pelabuhan utama bagi anak-anak di tengah gemuruh digital.

Ketika AI Menjadi Teman Curhat

Pernah nggak sih merasakan saat anak lebih nyaman curhat ke AI daripada ke kita? Sedih campur aduk, ya! Tapi tunggu dulu… Mungkin ini justru kesempatan untuk belajar tentang dunia mereka. Seperti waktu kita dulu punya buku harian, sekarang mereka punya teman digital yang selalu siap mendengar.

Daripada melarang, mungkin kita bisa mulai dengan bertanya: ‘Adek cerita apa sama teman digitalnya?’ Bukan untuk menginterogasi, tapi untuk membuka pintu percakapan yang lebih hangat.

Screen Time yang Bermakna, Bukan Sekadar Waktu

Aku ingat bagaimana dia dengan sabar membuat jadwal screen time yang tidak sekadar membatasi, tapi memberi makna. ‘Ini waktu untuk belajar,’ katanya sambil memilih aplikasi edukasi. ‘Ini waktu untuk bermain,’ sambil memilih game yang merangsang kreativitas.

Seperti pengujian otonom yang punya tujuan jelas, screen time pun perlu punya ‘why’ yang kuat. Bukan sekadar ‘jangan main gadget terus’, tapi ‘ayo kita cari kegiatan yang seru bersama’.

Membangun Benteng Privasi Digital Bersama

Pernah khawatir tentang keamanan anak di dunia online? Sama. Tapi lihat bagaimana dia mengajarkan privasi dengan cara yang lembut: ‘Nak, informasi pribadi itu seperti rahasia kita berdua. Jangan sembarangan bagi ke orang lain, ya.’

Bukan dengan menakuti, tapi dengan membangun kesadaran.

Seperti sistem keamanan yang bekerja di latar belakang, kita pun perlu menjadi penjaga yang tidak mengekang tapi melindungi.

Menemukan Keseimbangan antara Digital dan Dunia Nyata

Aku paling suka melihat caranya menciptakan momen ‘unplugged’. Setiap sore, tablet disimpan, dan keluarga berkumpul di taman. ‘Teknologi itu alat,’ katanya. ‘Bukan pengganti pelukan atau tawa bersama.’

Seperti AI yang perlu diuji di dunia nyata, anak-anak pun perlu belajar bahwa kehidupan terbaik terjadi di luar layar. Di sinilah kita, sebagai orangtua, menjadi jembatan antara dua dunia.

Menjadi Orangtua yang Terus Belajar

Terakhir, yang paling menyentuh hatiku: melihatnya belajar tentang AI agar bisa memahami dunia anak. ‘Aku harus tahu ini, biar bisa ngobrol sama dia,’ katanya suatu malam sambil membaca artikel tentang teknologi.

Di era yang berubah super cepat ini, menjadi orangtua berarti jadi murid yang selalu semangat belajar! Bukan tentang jadi ahli teknologi, tapi tentang jadi pendamping yang mau memahami dan tumbuh bersama dengan penuh semangat!

Source: LambdaTest Recognized in ‘Autonomous Testing Platforms Landscape, Q3 2025’ Report, Financial Post, 2025-09-23

Latest Posts

Sorry, layout does not exist.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top