
Baru-baru ini, di usia 81 tahun, Stan Shih—pendiri Acer—meluncurkan sesuatu yang membuat kita tersenyum hangat: ADAN Global, agen AI parenting digital yang di dalamnya mengalir jiwa Wangdao. Filsafat Timur tentang menciptakan nilai bersama dan menyeimbangkan kepentingan, bukan sekadar kecerdasan mesin. Seperti saat kita ajari anak berbagi mainan, teknologi perlu belajar bahwa keberhasilan bukan tentang ‘menang sendiri’, tapi bagaimana membuat semua orang tumbuh. Ternyata, inilah kunci parental digital yang selama ini kita rindukan untuk dunia anak-anak digital.
Bagaimana Wangdao Membantu Parenting Digital Gadget Anak?

Coba bayangkan, ada AI yang tak hanya menjawab “berapa hasil 2+2”, tapi juga bertanya, “bagaimana jika dua temanmu ingin main boneka yang sama?” Itulah inti inisiatif Stan Shih dengan ADAN Global. Ia menyatukan karya-karyanya tentang Wangdao—filosofi kepemimpinan yang menempatkan kepentingan jangka panjang kolektif di atas keuntungan sesaat—ke dalam basis pengetahuan AI. Tidak seperti model konvensional yang fokus pada data mentah, ADAN dirancang untuk memahami konteks nilai: bagaimana setiap keputusan memengaruhi orang lain, bagaimana keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan kebaikan bersama. Dalam konteks parenting digital, Wangdao mengajarkan bahwa teknologi tidak seharusnya hanya menghibur, tapi juga mendidik karakter.
Riset tentang Wangdao pun mendukung ini. Tradisi Timur percaya bahwa keinginan anak—seperti halnya pasar—tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Perlu ada ‘tangan tak terlihat’ dari nilai-nilai keluarga yang membimbingnya. Bukankah ini mirip ketika kita mengajarkan anak bahwa bermain game berjam-jam mungkin mengasyikkan hari ini, tapi bermain di taman bersama teman akan memberinya kenangan yang lebih berharga esok hari? Teknologi yang baik dalam parenting digital tak hanya memanjakan, tapi membimbing ke arah keseimbangan.
Bagaimana Kebijaksanaan Wangdao Membantu Parenting Digital yang Seimbang?
Stan Shih pernah menyebut konsep manajemen berkelanjutan yang membedakan ‘nilai terlihat’ (seperti ujian bagus atau keterampilan coding) dan ‘nilai tak terlihat’—etika, empati, kemampuan berkolaborasi. Dalam parenting digital, kita sering terjebak pada hal konkret: berapa lama waktu layar, aplikasi edukasi terkini, atau nilai rapor. Namun, Wangdao mengingatkan kita pada fondasi yang tak terukur: kejujuran saat tak ada yang melihat, kesabaran menunggu giliran, atau rasa ingin tahu yang tulus.
Suatu sore yang cerah, sambil duduk di kursi kayu teras, saya bertanya pada keponakan kecil, “Bagaimana rasanya saat temanmu sedih?” Jawabannya spontan: “Aku pinjami koleksi stikernya.” Inilah ‘nilai tak terlihat’ yang sebenarnya ingin kita tanamkan dalam parenting digital. Teknologi untuk anak perlu dirancang seperti ini—bukan hanya melatih otak, tapi juga hati. Misalnya, aplikasi yang tidak hanya koreksi soal matematika, tapi tanya, “Apa strategi yang akan kamu ajarkan ke temanmu besok?” Sehingga setiap interaksi digital dalam parenting digital menjadi kelas kecil tentang saling menghargai.
Parenting Digital Wangdao: Mengajarkan Keseimbajaran Bukan Hanya Batas Waktu Layar
Kita semua pernah merasakan kebingungan: batasi gadget 30 menit sehari? Atau biarkan anak eksplorasi penuh? Pendekatan Wangdao dalam parenting digital menawarkan sudut pandang lain. Alih-alih fokus pada durasi, bagaimana jika kita tanyakan pada anak, “Apa hal baik yang kamu pelajari dari layar tadi?” Atau, “Siapa yang bisa kamu bantu dengan ilmu barumu ini?”
Dalam prinsip Wangdao, keberhasilan bisnis diukur bukan hanya laba, tapi kontribusi pada masyarakat. Prinsip yang sama berlaku untuk gadget anak dalam parenting digital. Jika ia menggunakan waktu layar untuk membuat kuis tentang hewan langka dan mengajak teman belajar, itu lebih bernilai daripada dua jam menonton video tanpa makna. Coba ajak anak membuat ‘peta nilai’ keluarga: lingkaran dalam untuk kebutuhan pribadi (belajar, hiburan), lingkaran luar untuk kontribusi (membantu adik, berbagi ide di sekolah). Teknologi terbaik untuk parenting digital adalah yang memperkuat kedua lingkaran ini.
Parenting Digital Wangdao: Masa Depan Anak Bukan ‘Pertandingan’, Tapi Kebun Bersama

Stan Shih menolak pola pikir ‘me-too’ sepanjang kariernya—begitu pun kita sebagai orang tua dalam parenting digital. Teknologi tak pernah dimaksudkan menjadi alat kompetisi: “Anak saya bisa coding sejak TK!” Wangdao mengingatkan pada metafora kebun. Di kebun yang sehat, tidak semua tanaman tumbuh sama cepat. Ada yang berbunga awal, ada yang perlahan tapi akarnya kuat. Kesuksesan sebenarnya adalah ketika setiap tanaman mendapat sinar, air, dan ruang sesuai kebutuhannya, sementara kebun secara keseluruhan harmonis.
Di hari-hari ceria dalam parenting digital seperti sekarang, mari ajak anak ke luar. Biarkan mereka merasakan angin, menghitung daun, atau bermain petak umpet. Setelah itu, diskusikan: “Bagaimana cara kita berbagi rasa senang tadi dengan teman yang tidak ikut main?” Keseimbangan ini yang akan membentuk fondasi mereka menghadapi teknologi masa depan. Bukan tentang menjadi yang tercepat, tapi paling penuh makna. Seperti kata Wangdao, keberlanjutan tercipta saat ‘tangan terlihat’ (regulasi orang tua) dan ‘tangan tak terlihat’ (nilai yang melekat) bergerak selaras dalam parenting digital modern.
Parenting Digital Wangdao: Hadiah Terbesar Teknologi untuk Kemanusiaan Anak

Yang paling menghangatkan dari kisah Stan Shih ini? Di usia senja, ia memilih menghadiahkan kebijaksanaan pada dunia, bukan sekadar inovasi. ADAN Global bukan tentang menaklukkan pasar, tapi menawarkan cara kita kembali pada inti kehidupan: saling peduli. Dalam parenting digital, hadiah terbesar teknologi bukanlah kemudahan, tapi pengingat bahwa di balik layar ada manusia—anak-anak yang membutuhkan bimbingan untuk menjadi baik, bukan hanya pintar.
Coba kita renungkan: Jika hari ini anak bertanya pada AI dalam parenting digital, “Bagaimana caraku disayang?” Apa jawaban yang kita harapkan? “Karena kamu menyelesaikan kuis tercepat” atau “Karena kamu selalu memegang tangan nenek saat menyeberang jalan”? Pilihan kita menentukan jenis teknologi yang akan tumbuh bersama anak. Mulai dari hal kecil dalam praktik parenting digital: ajak anak menulis surat untuk kakek-nenek, lalu foto dan kirim lewat aplikasi. Di situlah teknologi berubah dari alat menjadi jembatan empati. Seperti Wangdao ajarkan dalam parenting digital modern, keberhasilan sejati adalah ketika setiap ‘klik’ di layar menguatkan ikatan di dunia nyata.
Source: Stan Shih unveils AI avatar blending Eastern philosophy with technology, Digitimes, 2025/09/02 22:52:13
